Tanggapan Terhadap Keinginan Menko Polhukam Menertibkan Medsos

WM Tiga level pengguna media sosial di Indonesia; pertama, mereka yang menggunakan medsos untuk kepentingan pribadi, kedua, mereka yang menggunakan medsos untuk kepentingan organisasi, dan ketiga, mereka yang menggunakan media sosial untuk kepentingan nasional. “Yang ketiga ini yang belum banyak, namun terus meningkat, terlihat dari banyaknya anak-anak muda yang mempromosikan pariwisata, kuliner dan produk-produk lokal Indonesia dengan sukarela di media sosial”, jelas Hariqo Wibawa Wibawa Satria (Direktur Eksekutif KOMUNIKONTEN), Sabtu, 28 November 2015

Namun untuk isu separatisme seperti Papua merdeka yang dengan rapi disampaikan kelompok separatis di internet, intervensi negara-negara lain ke Indonesia, belum banyak pengguna media sosial yang melakukan pembelaan terhadap NKRI. “bela negara bisa kita lakukan di media sosial, namun tetap harus dengan prinsip use soft word dan hard argument, berbasis data. Di era digital semua orang hakikatnya adalah diplomat, saatnya ilmu Bahasa asing dan diplomasi kita amalkan, jika tidak bisa dengan akun kita, bisa dengan akun lain”, lanjut Hariqo yang juga alumnus Unv Paramadina Jurusan Diplomasi Internasional ini.

Terkait keinginan menertiban media sosial yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan. Ini seperti meloncat, sebaiknya yang diperkuat terlebih dahulu adalah pemahaman tentang kepentingan nasional Indonesia di masyarakat, utamanya anak-anak muda pengguna media sosial. Kelihatannya sederhana, namun tidak mudah mengubah kebiasaan, dari memposting/tweet tentang status pribadi (sedang makan, minum) kepada membela kepentingan nasional. Berikan pendidikan media sosial, jelaskan apa saja yang bisa dilakukan untuk kepentingan nasional. Karena kalimat “penertiban” cenderung akan dipahami “pelarangan”, jika pemahaman tentang kepentingan nasional belum merata. Satu hal lagi, Memperjuangkan kepentingan nasional di media sosial, bukan berarti membela semua keputusan pemerintah, sebab juga tidak menutup kemungkinan, banyak juga langkah dan keputusan pemerintah yang berpotensi merugikan kepentingan nasional.


TIGA ISU UTAMA DI MEDSOS

Tiga level pengguna media sosial di Indonesia; pertama, mereka yang menggunakan medsos untuk kepentingan pribadi, kedua, mereka yang menggunakan medsos untuk kepentingan organisasi, dan ketiga, mereka yang menggunakan media sosial untuk kepentingan nasional. “Yang ketiga ini yang belum banyak, namun terus meningkat, terlihat dari banyaknya anak-anak muda yang mempromosikan pariwisata, kuliner dan produk-produk lokal Indonesia dengan sukarela di media sosial”, jelas Hariqo Wibawa Wibawa Satria (Direktur Eksekutif KOMUNIKONTEN), Sabtu, 28 November 2015

Namun untuk isu seperti Papua merdeka yang dengan rapi disampaikan kelompok separatis di internet, belum banyak pengguna media sosial yang melakukan pembelaan terhadap NKRI. “bela negara bisa kita lakukan di media sosial, namun tetap harus dengan prinsip use soft word dan hard argument, di era digital semua orang hakikatnya adalah diplomat, saatnya ilmu Bahasa asing dan diplomasi kita amalkan”, lanjut Hariqo yang juga alumnus Unv Paramadina Jurusan Diplomasi Internasional ini.

TIGA ISU UTAMA DI MEDSOS
Perubahan berjalan, dulu kita dihidangkan konten sekarang kita kokinya. Sekarang kita bisa memproduksi konten seperti; tulisan, foto, video, poster, meme, infografis, news, dan konten lainnya. Di era digital setiap orang bisa punya tv, radio, media online sekaligus. Di era media sosial setiap orang adalah kantor berita.
Dulu, masyarakat mengkritik media seperti koran, tv, radio jika menyajikan konten yang tidak mendidik. Di era digital, masyarakat dituntut menjalankan kritiknya pada media tersebut. Di Indonesia saat ini, setidaknya terdapat tiga isu utama terkait penggunaan media sosial: 1) keamanan, 2) kreatifitas, dan 3) kolaborasi.
Isu keamanan yang paling disorot adalah, keamanan pengguna media sosial itu sendiri, utamanya anak-anak dan remaja. Kasus pemerkosaan, penipuan, pembajakan banyak sekali dialami pengguna media sosial. Isu keamanan lainnya adalah minimnya pengetahuan pengguna media sosial tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di media sosial. Hanya butuh 30 menit membuat akun medsos, tetapi dibutuhkan tahapan yang tidak sebentar, untuk mendidik penggunanya dapat menggunakannya dengan benar dan bijaksana serta bermanfaat. Sebaiknya sebelum membuat media sosial kita baca dulu aturannya, jangan asal centang “agree” saja. Surat Edaran Kapolri mengenai ujaran kebencian juga dalam rangka menjaga keamanan, agar media sosial tidak merugikan orang lain. Kita bahas dibawah.

Isu kreatifitas cukup beragam, yang paling dominan adalah penggunaan media sosial selain sekedar mencari teman, seperti untuk tujuan ekonomi, politik, pendidikan, diplomasi, dll. Semakin banyak konten yang dipload di internet menunjukan semakin kreatif suatu bangsa. Karenanya generasi muda Indonesia tidak boleh hanya sekedar menjadi generasi download, tapi juga uploader. Media sosial sendiri merupakan satu kreatifitas yang lahir dari kejelian melihat peluang kebutuhan komunikasi dan aktualisasi setiap orang. Karenanya media sosial karya anak bangsa perlu didukung oleh swasta atau pemerintah. Pembuat medsos cepat kaya, karena banyak yang pasang iklan di medsos. Alangkah mantapnya kalau orang itu dari Indonesia.

Sedangkan isu kolaborasi adalah, bagaimana pengguna media sosial berkolaborasi dalam hal positif seperti, mempromosikan pariwisata Indonesia, produk lokal yang produsennya hanya mampu produksi, tapi tidak punya biaya promosi, kolaborasi dalam anti korupsi, isu lingkungan, serta kolaborasi dalam membela kepentingan nasional NKRI.  Disini perlu disadari bahwa bela negara tidak hanya didarat dan udara, tapi juga di dunia maya. Itu sebab beberapa negara punya pasukan cyber. Namun pasukan cyber tanpa dukungan masyarakat negara tersebut juga tidak akan kuat. Kolaborasi ini yang harus ditingkatkan.

TWITTER JUGA MELARANG KONTEN KEBENCIAN
Terkait dengan terbitnya Surat Edaran Kapolri mengenai ujaran kebencian atau hate speech, ini merupakan isu keamanan di media sosial. Jangan sampai ini hanya untuk membungkam atau menakut-nakuti orang-orang yang mengkritik pemerintah, tetapi harus memberikan rasa aman bagi siapapun. Intinya apa yang tidak boleh dilakukan di dunia nyata, jangan lakukan di dunia maya. Satu postingnan bohong bisa bikin kerusuhan di darat, satu poster fitnah bisa meruntuhkan bangunan NKRI. Hati-hati juga adu domba antar golongan di media sosial. Soal bahayanya ujaran kebencian di media sosial  bukanlah hal baru, karena kalau kita baca aturan di twitter, lebih kurang juga sama.  

Twitter juga melarang promosi konten kebencian, topik sensitif, dan kekerasan secara global.  Konten kebencian, yang dimaksud dalam kebijakan ini adalah konten yang menghasut individu, organisasi, atau grup berdasarkan: ras, suku bangsa, asal negara, warna kulit, agama, ketidakmampuan fisik atau mental, usia, jenis kelamin, Hal ini bisa dibaca lengkap di https://support.twitter.com/articles/20172302.

Masalahnya, kebanyakan orang membuat media sosial dengan cepat, tanpa membaca aturan yang dibuat oleh media sosial itu sendiri. Karenanya, sebelum membuat akun media sosial, kita baca dulu aturannya, jangan asal centang “agree” saja. Ini mirip dengan kita beli barang elektronik atau obat, tidak kita membiasakan diri membaca buku petunjuk penggunaan, kebanyakan memilik mendengarkan penjelasan dari yang sudah menggunakan, meskipun yang sudah menggunakan juga belum tentu membaca buku petunjuk. Guru, orangtua, para pemuka agama juga harus sering mengingatkan agar masyarakat hati-hati menggunakan media sosial dan kritis terhadap informasi di media sosial


Demikian siaran pers ini disampaikan, terima kasih atas perhatiannya
Depok, Jawa Barat, 28 November 2015
Hormat kami,
Hariqo Wibawa Satria, M.Si
Direktur Eksekutif Komunikonten
Share on Google Plus

About Adm

RIC Karya
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar