ALLAH menciptakan segala sesuatu berupa alam semesta, tentu saja juga menentukan fungsi-fungsi dari alam semesta tersebut. Bumi memiliki fungsi, matahari juga punya fungsi, begitupun air punya fungsi begitu seterusnya baik binatang, tumbuhan hingga makhluk terkecil memiliki fungsi di kehidupannya.
Lalu pertanyaan selanjutnya bagaimana dengan diri kita yang menyandang nama manusia?. Tentu saja kita memiliki fungsi di dunia ini, lalu apa keistimewaan manusia di bandingkan dengan mahluk lain?.
Coba bandingkan, semisal dengan seekor anjing. Lalu kita melatihnya hingga anjing tersebut bisa menjaga rumah, sehingga kita tidak khawatir terhadap para pencuri. Bahkan anjing tersebut sangat penurut terhadap majikannya. Meskipun demikian anjing tetaplah anjing.
Begitu juga jika anjing tersebut bersifat pemalas, rakus, bahkan suka menakuti orang atau memangsa hewan ternak tetangga. Anjing tersebut tetaplah menyandang nama sebagai seekor anjing.
Hal ini disebabkan seekor anjing tidak berubah dalam kondisi apapun baik ia telah jinak maupun menjadi anjing liar. Lain lagi dengan diri manusia.
Sebab manusia yang diciptakan dengan kondisi sempurna, “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tiin: 4). Sehingga manusia dapat menentukan identitas dirinya, bahkan ia mampu keluar dari fitrah sebagai seorang manusia.
Ia bisa menjadi seperti binatang bahkan lebih rendah dari binatang. Al-Qur’an telah menjelaskan perumpamaan manusia dalam surat Al-A’raaf ayat 176:
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.”
Ini tentu bukan keistimewaan manusia, namun ia bisa lebih istimewa di bandingkan mahluk lain seperti malaikat. Karena manusia diciptakan dalam kondisi sempurna dengan beban amanah yang diterimanya. Maka manusia bisa lebih istimewa dibandingkan makhluk lain baik itu hewan ataupun malaikat, oleh sebab para malaikat dan makhluk lain tidak mampu memikul amanah di dunia.
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.” (QS. Al-Ahzab: 72).
Jadi manusia diberikan kebebasan untuk menentukan identitas dirinya, ia bisa menyandang identitas sebagai seekor anjing ataupun sebaliknya manusia bisa menyandang gelar derajat yang tinggi sebagai khalifatullah (pemimpin) di bumi oleh karena amanah tersebut.
Sehingga ketika Muhammad diutus untuk menjadi Rasulullah memerankan amanahnya memberikan rahmat bagi semesta alam, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107).
Fungsi diri manusia
Manusia diberi predikat sebagai hamba Allah (QS. Adz-Dzaariyaat: 56) dan khalifatullah atau pemimpin di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30). Sebagai seorang hamba yang mengabdi, manusia tidak memiliki kekuasaan. Maka ia tugasnya menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri kepada-Nya. Namun sebagai khalifahtullah, manusia diberikan fungsi oleh Allah untuk memikul tanggung jawab pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan umat manusia.
Sehingga ketika ia merusak alam baik itu pengundulan hutan, pengerukan kekayaan alam sungguh ia telah lalai terhadap fungsinya. Atau bahkan melakukan tindakan-tindakan kriminalitas seperti korupsi, pencurian, perampokan maupun pembunuhan sama saja ia tidak mampu mensejahterakan manusia. Ia akan menjadi manusia yang gagal menjadi manusia.
Sungguh beruntung diri manusia ia diberikan otoritas ketuhanan, sebagai wakil Allah. Otoritas tersebut seperti menyebarkan rahmat Allah, menegakan kebenaran dan keadilan, membasmi kebatilan bahkan otoritas penghukuman baik itu memotong tangan maupun menghukun mati seseorang.
Sebagai seorang hamba ia amatlah kecil, namun sebagai khalifah Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam menjalankan sendi-sendi kehidupan. Oleh sebab itu manusia dilengkapi Allah dengan perlengkapan yang tidak di miliki makhluk lain. Kelengkapan tersebut seperti kelengkapan psikologis, kekuatan akal, hati, syahwat dan hawa nafsu. Hal kelengkapan tersebut mengantarkan manusia menjadi makhluk yang terhormat dan mulia. Bahkan identitasnya bisa lebih rendah dari binatang jika ia terjerumus ke lembah kenistaan.
Marilah kita renungkan fungsi diri kita sesungguhnya, kita memiliki beban yang berat menyangkut pemeliharaan dan pemanfaatan alam semesta, bawasanya semua adalah milik Allah. Semua yang ada, semua yang kita nikmati atau semua yang ada pada diri kita tidak lain hanyalah amanah yang harus di pertanggung jawabkan.
“kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu.” (QS. At-Takatsur: 8)
Manusia dengan gelar khalifah, tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, golongan ataupun bangsanya. Melainkan ia juga harus memikirkan dan bersikap demi kemaslahatan semua pihak. Marilah kita saling berbagi dengan sesama, demi kepentingan bersama.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu” (QS. Ali-Imran: 130).
Lalu pertanyaan selanjutnya bagaimana dengan diri kita yang menyandang nama manusia?. Tentu saja kita memiliki fungsi di dunia ini, lalu apa keistimewaan manusia di bandingkan dengan mahluk lain?.
Coba bandingkan, semisal dengan seekor anjing. Lalu kita melatihnya hingga anjing tersebut bisa menjaga rumah, sehingga kita tidak khawatir terhadap para pencuri. Bahkan anjing tersebut sangat penurut terhadap majikannya. Meskipun demikian anjing tetaplah anjing.
Begitu juga jika anjing tersebut bersifat pemalas, rakus, bahkan suka menakuti orang atau memangsa hewan ternak tetangga. Anjing tersebut tetaplah menyandang nama sebagai seekor anjing.
Hal ini disebabkan seekor anjing tidak berubah dalam kondisi apapun baik ia telah jinak maupun menjadi anjing liar. Lain lagi dengan diri manusia.
Sebab manusia yang diciptakan dengan kondisi sempurna, “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tiin: 4). Sehingga manusia dapat menentukan identitas dirinya, bahkan ia mampu keluar dari fitrah sebagai seorang manusia.
Ia bisa menjadi seperti binatang bahkan lebih rendah dari binatang. Al-Qur’an telah menjelaskan perumpamaan manusia dalam surat Al-A’raaf ayat 176:
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.”
Ini tentu bukan keistimewaan manusia, namun ia bisa lebih istimewa di bandingkan mahluk lain seperti malaikat. Karena manusia diciptakan dalam kondisi sempurna dengan beban amanah yang diterimanya. Maka manusia bisa lebih istimewa dibandingkan makhluk lain baik itu hewan ataupun malaikat, oleh sebab para malaikat dan makhluk lain tidak mampu memikul amanah di dunia.
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.” (QS. Al-Ahzab: 72).
Jadi manusia diberikan kebebasan untuk menentukan identitas dirinya, ia bisa menyandang identitas sebagai seekor anjing ataupun sebaliknya manusia bisa menyandang gelar derajat yang tinggi sebagai khalifatullah (pemimpin) di bumi oleh karena amanah tersebut.
Sehingga ketika Muhammad diutus untuk menjadi Rasulullah memerankan amanahnya memberikan rahmat bagi semesta alam, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107).
Fungsi diri manusia
Manusia diberi predikat sebagai hamba Allah (QS. Adz-Dzaariyaat: 56) dan khalifatullah atau pemimpin di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30). Sebagai seorang hamba yang mengabdi, manusia tidak memiliki kekuasaan. Maka ia tugasnya menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri kepada-Nya. Namun sebagai khalifahtullah, manusia diberikan fungsi oleh Allah untuk memikul tanggung jawab pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan umat manusia.
Sehingga ketika ia merusak alam baik itu pengundulan hutan, pengerukan kekayaan alam sungguh ia telah lalai terhadap fungsinya. Atau bahkan melakukan tindakan-tindakan kriminalitas seperti korupsi, pencurian, perampokan maupun pembunuhan sama saja ia tidak mampu mensejahterakan manusia. Ia akan menjadi manusia yang gagal menjadi manusia.
Sungguh beruntung diri manusia ia diberikan otoritas ketuhanan, sebagai wakil Allah. Otoritas tersebut seperti menyebarkan rahmat Allah, menegakan kebenaran dan keadilan, membasmi kebatilan bahkan otoritas penghukuman baik itu memotong tangan maupun menghukun mati seseorang.
Sebagai seorang hamba ia amatlah kecil, namun sebagai khalifah Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam menjalankan sendi-sendi kehidupan. Oleh sebab itu manusia dilengkapi Allah dengan perlengkapan yang tidak di miliki makhluk lain. Kelengkapan tersebut seperti kelengkapan psikologis, kekuatan akal, hati, syahwat dan hawa nafsu. Hal kelengkapan tersebut mengantarkan manusia menjadi makhluk yang terhormat dan mulia. Bahkan identitasnya bisa lebih rendah dari binatang jika ia terjerumus ke lembah kenistaan.
Marilah kita renungkan fungsi diri kita sesungguhnya, kita memiliki beban yang berat menyangkut pemeliharaan dan pemanfaatan alam semesta, bawasanya semua adalah milik Allah. Semua yang ada, semua yang kita nikmati atau semua yang ada pada diri kita tidak lain hanyalah amanah yang harus di pertanggung jawabkan.
“kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu.” (QS. At-Takatsur: 8)
Manusia dengan gelar khalifah, tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, golongan ataupun bangsanya. Melainkan ia juga harus memikirkan dan bersikap demi kemaslahatan semua pihak. Marilah kita saling berbagi dengan sesama, demi kepentingan bersama.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu” (QS. Ali-Imran: 130).
“Spirit
Kebahagiaan Ilmu dan Cinta”
Salam
Lukni
Maulana (Pengasuh Rumah Pendidikan Sciena Madani)
female orgasm squirting fluid
BalasHapus