SEBELUM membicarakan problematika
filsafat pendidikan, kita telaah lebih dulu definisi filsafat itu sendiri. Imam
Barnadib, mendefinisikan filsafat pendidikan sebagai “ilmu pendidikan yang
bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan
pemecahan masalah pendidikan”.[1]
Filsafat sebagai ilmu yang mempelajari obyek dari segi
hakikatnya, memiliki beberapa problema pokok, antara lain: a) realita,
yakni kenyataan yang selanjutnya mengarah pada kebenaran, akan muncul bila
orang sudah mampu mengambil suatu konklusi bahwa pengetahuan yang diperoleh
tersebut memang nyata. Realita ini dibagi oleh
metafisika; b) pengetahuan, yakni yang menjawab pertanyaan-pertanyaan,
misalnya apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan
tersebut, dan jenis-jenis pengetahuan. Pengetahuan dibagi oleh epistemologi; c)
nilai, yang dipelajari oleh filsafat disebut aksiologi.
Pertanyaan-pertanyaan yang dicari jawabannya, misalnya nilai yang bagaimana
yang diingini manusia sebagai dasar hidupnya. Disamping tiga problema pokok
tersebut, terdapat problema yang merupakan bagian dari pengetahuan dan
dipelajari atau dibagi oleh logika (ajaran berpikir), yakni problema yang
berhubungan dengan masalah hubungan yang benar dan tepat antara gagasan atau
ide yang telah dimiliki oleh manusia.[2]
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa filsafat pendidikan
dapat didekati dan problema-problema pendidikan yang bersifat filosofis memerlukan
jawaban yang filosofis pula. Di samping itu, filsafat pendidikan dapat pula
didekati dan ide-ide filosofis yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan. Dalam tulisan ini, pendekatan kedua lebih ditekankan, dibandingkan
pendekatan pertama, oleh karena ragam nilai adalah pokok tujuan konsep dalam
filsafat pendidikan Islam.
PERMASALAHAN
Dalam makalah ini akan dibahas permasalahan dalam filsafat pendidikan tentang sesuatu yang
menjadi tujuan (konsepsi dalam ranah aksiologi), yakni nilai; yaitu “Bagaimana
ragam nilai dan hubungannya dengan filsafat pendidikan Islam?”
PEMBAHASAN
Ragam Nilai Dalam Filsafat Pendidikan
Secara umum cakupan pengertian nilai itu tak terbatas. Maksudnya,
segala sesuatu yang ada dalam alam raya ini bernilai, yang dalam filsafat
pendidikan dikenal dengan istilah aksiologi. Dalam Ensiklopedi Britanica,
disebutkan bahwa nilai merupakan suatu penerapan atau suatu kualitas suatu
objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi.[3]
Manusia merupakan objek kajian filsafat pada pokok kajian
filsafat, pada intinya setiap apapun yang dikaji dalam filsafat tentunya
berkaitan dengan manusia itu sendiri. Oleh karenanya, manusia dalam proses
interaksi tentu berpedoman pada nilai-nilai kehidupan yang terbina dengan baik,
selaran dan dinamis.
Masalah nilai, baik nilai kebaikan (etika), maupun
nilai keindahan (estetika) juga menjadi salah satu bagian utama
filsafat. Dalam filsafat pendidikan, masalah nilai merupakan bagian yang
sangat penting, karena dalam pendidikan, bukan hanya menyangkut transfer
pengetahuan (transfer of knowledge), melainkan juga menyangkut penanaman
nilai-nilai (transfer of values).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problernatika filsafat
pendidikan akan selalu timbul dan ide-ide filosofis, baik yang menyangkut masalah
realitas, pengetahuan, maupun masalah nilai. Sebagaimana kita ketahui ada
banyak aliran atau filsuf yang memiliki konsepsi tentang realitas, pengetahuan
dan nilai sebagaimana tercermin dalam bagan berikut:
Filsafat Pendidikan

1. Filsafat Pendidikan
(Problema-problema
pendidikan)

2. Filsafat Pendidikan
(Ide-ide filosofis)
Masalah Utama Filsafat

1. Keberadaan
(kenyataan) Metafisika

2.
Pengetahuan (kebenaran) Epistemologi
Pandangan dasar tentang ketiga hal tersebut akan berpengaruh pada
penerapannya dalam bidang pendidikan seperti: siapakah peserta didik itu?
Peserta didik itu mau diarahkan ke mana? Jadi, menyangkut tujuan pendidikan itu
apa? Apakah ingin mencetak manusia yang rasional, memiliki kompetensi dan
menjadi manusia yang berguna ataukah memiliki tujuan yang lain’? Bekal pengetahuan
macam apa saja yang diharapkan dapat mendukung terwujudnya manusia yang
diidealkan tersebut. Bagaimana caranya agar peserta didik dapat mengetahui atau
mengenal berbagai hal (realitas). Nilai-nilai apa sajakah yang ingin di
tanamkan kepada peserta didik? Dan masih banyak lagi.
Terlepas dari perbedaan nilai objektif maupun subjektif, tujuan
adanya nilai ialah menuju kebaikan dan keluhuran manusia. Menurut Burbacher,
nilai dibedakan dalam dua bagian yaitu nilai intrinsik dan nilai instrumental.
Nilai intrinsik adalah nilai yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu yang lain
melainkan dalam dirinya sendiri. Sedangkan nilai instrumental adalah nilai yang
dianggap baik karena bernilai untuk orang lain.[5]
Nilai dalam pendidikan secara praktis dapat dipisahkan dengan
nilai-nilai yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan
nilai agama, yang kesemuanya tersimpul dalam tujuan pendidikan yakni membina
kepribadian ideal.
Terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Kita tentu sangat sadar bahwa proses pendidikan itu tidak
berlangsung di ruang kosong, melainkan berada di tengah-tengah masyarakat yang
selalu berubah cepat, sehingga apa yang terjadi dalam masyarakat akan
berpengaruh pada bidang pendidikan.
Hubungannya Dengan Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan Islam tentunya telah memahami arti penting,
arah dan tujuan dalam pendidikan manusia, manusia merupakan subjek dan sebagai
objek pendidikan, karena itu manusia memiliki sikap untuk dididik dan mendidik.
Dalam proses pendidikan itulah terdapat jembatan yang mengarahkan kemana
manusia dan apa yang harus dituju, yang dalam hal ini tentunya tujuan
pendidikan itu sendiri yang menentukan nilai bagi manusia dalam keseluruhan
prosesnya, yaitu pendidikan Islam.
Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara fitrah
manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia
seutuhnya (insan kamil), sesuai
dengan norma Islam.[6]
Upaya pendidikan Islam terdiri dari “(tarbiyah
= pemeliharaan, asuhan)” “(Ta’lim =
Pengajaran)” dan “(Ta’dib) =
Pembinaan budi pekerti”. Jalinan ketiganya itulah yang merupakan pendidikan
Islam.[7]
Jadi yang dimaksud pendidikan Islam disini adalah Upaya
pemeliharaan, pengajaran dan pembinaan budi pekerti untuk keserasian dan
keseimbangan pertumbuhan pribadi yang utuh, melalui latihan dan pengalaman
menyangkut kejiwaan, intelektual, akal, perasaan dan indera berdasarkan ajaran
Islam.
Tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu
usaha atau kegiatan selesai. Karena pendidikan merupakan suatu usaha dan
kegiatan yang berproses melalaui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, maka
tujuannya bertahap dan bertingkat:
Tujuan tertinggi / terakhir
Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku
umum, karena sesuai dengan konsep ilahi yang mengandung kebenaran mutlak dan
universal. Tujuan tertinggi dan terakhir ini pada akhirnya sesuai dengan tujuan
hidup manusia dan perannya sebagai ciptaan Allah yang paling bertakwa.[8]
Tujuan terakhir Islam itu dapat dipahami dalam firman Allah:
يا ايها الذين امنوا اتقواالله ØÙ‚ تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa; dan janganlah kamu mati
kecuali dalam keadaan muslim. ( QS. Ali Imran : 102).
Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang
merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi
kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat
dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan kamil yang mati dan akan menghadap
Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan akhir Islam.
Tujuan Umum
Berdasar dengan tujuan tertinggi yang lebih mengutamakan pendekatan
filosofis, tujuan umum lebih bersifat empiris dan realistik. Tujuan umum
berfungsi sebagai arah yang pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut
perubahan sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik.
Rumusan yang disarankan oleh Konferensi Internasional Pertama
tentang pendidikan Islam di Makkah 8 April 1977 bahwa: “Pendidikan harus
diarahkan mencapai pertumbuhan keseimbangan kepribadian manusia menyeluruh
melalui latihan jiwa, intelek, jiwa rasional, perasaan dan penghayatan lahir. Karena
itu pendidikan harus menyiapkan pertumbuhan manusia dalam segala seginya:
spiritual, intelektual, imajinatif, jasmani, ilmiah, linguistik, baik individu
maupun kolektif dan semua itu didasari motivasi mencapai kebaikan dan kolektif
dan semua itu didasari motivasi mencapai kebaikan dan perfektif. Tujuan akhir
pendidikan Islam itu terletak pada (aktivitas) merealisasikan pengabdian
kemanusiaan seluruhnya”.
Dengan kembali kepada al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa
realisasi diri sebagai tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah terpadunya
pikir, dzikir dan amal pada pribadi seseorang. Dan
ini merupakan kunci utama untuk mencapai pada tujuan tertinggi.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus ialah pengkhususan atau operasionalisasi tujuan
tertinggi dan terakhir dan tujuan umum pendidikan Islam. Tujuan khusus bersifat
relatif sehinga dimungkinkan untuk diadakan perubahan sesuai dengan tuntutan
dan kebutuhan, selam berpijak pada kerangka tujuan tertinggi, terkhir dan umum
itu.
Tujuan khusus di sini antara lain meliputi tujuan pendidikan,
kejujuran, keterampilan atau profesi-profesi tertentu. Misalnya untuk tingkat
yang paling rendah, yaitu mengerti, memahami, meyakini dan menghayati bacaan
dan kaifiyah salat, akhlak da tingkah laku. Kemampuan dan keterampilan yang dituntut
pada anak didik, merupakan sebagian kemampuan dan keterampilan insan kamil yang semakin sempurna
(meningkat).[9]
Dengan demikian apapun yang ingin dicapai dalam tujuan
khusus kita harus tetap mengacu pada tujuan-tujuan tertinggi/ terakhir dan
senantiasa dijiwai dengan akhlak al-karimah karena pendidikan budi pekerti
adalah jiwa dari pendidikan Islam.
Hubungan nilai sebagai tujuan dalam filsafat pendidikan Islam
adalah akhlak. Di antara prinsip-prinsip yang mengandung nilai praktis di
bidang pendidikan Islam adalah:
1)
Keyakinan
bahwa akhlak termasuk diantara makna yang terkandung dalam hidup. Akhlak tidak
terbatas pada penyusunan hubungan antara manusia dengan yang lainnya tetapi
lebih dari itu juga mengatur hubungan manusia dengan segala yang terdapat dalam
wujud dan kehidupan ini bahkan mengatur hubungan antara hamba dengan Tuhan.
2)
Keyakinan
bahwa akhlak merupakan kebiasaan atau sikap yang mendalam dalam jiwa dari mana
timbul berbagai perbuatan-perbuatan dengan mudah.
3)
Keyakinan
bahwa akhlak Islam yang berdasar syari’at yang ditunjukkan oleh berbagai teks
keagamaan serta diaktualisasikan oleh para ulama merupakan akhlak kemanusiaan
yang mulia. Hal itu sesuai dengan fitrah dan akal sehat serta memenuhi berbagai
kebutuhan perseorangan maupun kemasyarakatan.[10]
KESIMPULAN
Dalam filsafat, terdapat tiga masalah utama, yakni: masalah
keberadaan termasuk masalah kenyataan, masalah pengetahuan termasuk masalah
kebenaran, dan masalah nilai. Masalah pertama ini dalam cabang filsafat yang
disebut metafisika. Masalah kedua dikaji dalam cabang filsafat yang disebut
epistemology, dan masalah ketiga dikaji dalam cabang filsafat yang disebut
aksiologi.
Dalam filsafat pendidikan, masalah nilai merupakan bagian yang
sangat penting, karena dalam pendidikan, bukan hanya menyangkut transfer pengetahuan
(transfer of knowledge), melainkan juga menyangkut penanaman nilai-nilai
(transfer of values).
Hubungan ragam nilai dengan filsafat pendidikan Islam adalah
tujuan itu sendir, oleh karenanya, tujuan pendidikan Islam adalah meliputi: Tujuan
tertinggi / terakhir, Tujuan Umum, dan Tujuan Khusus. Apapun yang ingin dicapai
dalam tujuan khusus kita harus tetap mengacu pada tujuan-tujuan tertinggi/
terakhir dan senantiasa dijiwai dengan akhlak al-karimah karena pendidikan budi
pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam.
Hubungan ragam nilai sebagai tujuan dalam filsafat pendidikan
Islam adalah akhlak. Di antara prinsip-prinsip yang mengandung nilai praktis di
bidang pendidikan Islam adalah adanya keyakinan:
1)
Keyakinan
bahwa akhlak termasuk diantara makna yang terkandung dalam hidup
2)
Keyakinan
bahwa akhlak merupakan kebiasaan atau sikap yang mendalam dalam jiwa dari mana
timbul berbagai perbuatan-perbuatan dengan mudah
3)
Keyakinan
bahwa akhlak Islam yang berdasar syari’at yang ditunjukkan oleh berbagai teks
keagamaan serta diaktualisasikan oleh para ulama merupakan akhlak kemanusiaan
yang mulia. (Dok – Rumah Pendidikan Sciena Madani)
Baca juga:
Konsep Pendidikan Rekonstruksionalisme dalam
Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
Konsep Pendidikan Esensialisme dalam Pandangan Filsafat
Pendidikan Islam
Pengaruh Filsafat Dalam Pendidikan Islam
Analisis Filsafat Tentang Metode Pendidikan Islan
Hakekat Evolusi dalam Pendidikan Islam
Problematika Filsafat Pendidikan
[1] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan
Metode, Yogyakarta: Penerbit FIP IKIP, 1987, hlm. 7.
[2] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusia,
Filsafat dan Pendidikan, Jakarta: Arruz Media, 2010, Cet. III, hlm. 27.
[3] Ibid., hlm. 136.
[5] Jalaluddin dan Abdullah Idi, op.cit., hlm. 137.
[6] Achmadi, Islam sebagai
Paradigma Ilmu Pendidikan, Aditya Media, Yogyakarta, 1992, hlm. 91
[7] Ahmad Ludjito, Pendekatan
Integralsitik Pendidikan Agama pada Sekolah di Indonesia, editorial; Cahbib
Thoha, dkk., Reformulasi Filsafat
Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar dan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Cet. I, 1996,
hlm. 298.
[8] Achmadi, Islam Sebagai
Paradigma Ilmu Pendidikan, Aditya Media, Yogyakarta, 1992, hlm. 63.
[9] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994, Cet. II, hlm. 68.
[10] Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2005, hlm. 124-125.
0 komentar :
Posting Komentar