Media Sosial, Kampanye Hitam dalam Pemilihan Kepada Daerah

WM - Tim media sosial adalah elemen penting untuk memenangkan pemilihan kepada daerah (Pilkada) serentak pada Desember 2015 ini. Oleh karenanya, tim media sosial calon kepala daerah harus memahami apa yang tidak boleh dilakukan di media sosial, seperti fitnah dan kampanye hitam.

Hal ini dibahas serius dalam diskusi “Peran Media Sosial dalam Menyukseskan Pilkada Serentak yang Damai dan Berkualitas”, yang diadakan pada Selasa, 27 Oktober 2015, Jam 14.00 -16.30, di Aula Nurcholish Madjid, Universitas Paramadina, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Kegiatan ini diprakarasai KOMUNIKONTEN, Institut Media Sosial dan Diplomasi.

Hadir sebagai narasumber: Husni Kamil Manik (Ketua Komisi Pemilihan Umum 2012-2017), Marbawi (Direktur Eksekutif INSPIRE), Enda Nasution (Founder Sebangsa.com), Noudhy Valdryno (Digital Strategist) dan dimoderatori oleh Hariqo Wibawa Satria (Direktur Eksekutif KOMUNIKONTEN).

Menurut Marbawi, kampanye kotor didorong oleh berbagai motivasi. Pertama, karena faktor psikologis-politis. Informasi politik dan publik semakin banyak dibahas di media baru (media sosial, dll), meningkatkan preferensi psikologis pemilih terhadap figur kandidat tertentu dengan segala latar belakangnya. Pemilu/pilkada yang berlangsung pasca reformasi lebih banyak didorong oleh figur yang menciptakan lovers” dan “haters”nya sendiri. Kedua-duanya: buta. Keyakinan religius, ras dan suku, kelas sosial, dan skandal kandidat menjadi objek utama kampanye hitam yang bebas di media sosial”, jelas pria asal Bangka Belitung ini dalam presentasinya sore tadi dalam acara Komunikonten di Unv Paramadina, Jakarta (27/10/15)

Kedua, menurut Marbawi, faktor sosiologis-politis, dimana kelompok-kelompok politik yang gagal bertarung dengan “elegan” dengan mengusung program, kelompok korban kebijakan diskriminatif, kelompok intoleran, rendahnya kepercayaan pada sistem demokrasi, dan lain-lain kembali kepada isu-isu primordial dan mengeksploitasinya untuk pemenangan politik. Hasil akhir dari faktor ini sangat ditentukan oleh pola-pola demografis di daerah pemilihan maupun dan kesiapan negara dalam mengantisipasi konflik sosial menjelang dan pasca pemilu.

Ketiga, murni karena faktor ekonomi-politik. Terkesan “rasional”, kampanye didorong oleh motif-motif keuntungan ekonomi dari pertarungan politik yang sedang berlangsung. Kekuatan ekonomi ini dapat juga menggunakan faktor pertama dan kedua demi “menyelamatkan” bisnis. “disini pengguna medsos harus bersatu melawannya”, imbuh Marbawi dalam presentasinya yang berjudul “Kampanye Kotor: Musuh Demokrasi dan Kemanusiaan

Diskusi ini dihadiri oleh berbagai pegiat medsos dan komunitas, bahkan ada yang datang jauh-jauh dari Surabaya. Mereka juga mendeklarasikan dukungannya pada pilkada serentak yang berkualitas dan damai lewat tanda tangan dan pernyataan sikap yang dibacakan Hariqo Wibawa Satria. “Dulu kita adalah penikmat konten media, sekarang di era digital kita semua sudah menjadi media itu sendiri. Setiap orang adalah kantor berita. Tantangannya adalah, mampukan kita menyajikan konten yang baik dan benar”, ungkap Hariqo Wibawa Satria, Direktur Eksekutif Komunikonten. (Wahyu/ric)
Share on Google Plus

About Adm

RIC Karya
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar