Oleh: Widia Aslima
(Terlahir dengan nama Widia Febriyeni. Artikel
ini telah dimuat di annida-online.com tanggal 25 Oktober 2012)
Ada saatnya manusia membutuhkan idola
hidup yang mengisi ruang hampa di dalam kalbu. Idola yang menjadi panduan untuk
menemukan jati diri. Sang idola yang tidak pernah puas dilihat dan dimpikan
namun juga dijadikan acuan dan teman dalam menjalani kehidupan. Akan tetapi
adakalanya manusia tertipu dan tidak menyadari bahwa idola yang selama ini
dipuja, ternyata musuh dalam selimut yang siap menghunus pedang menebas cahaya
kehidupan. Tiadalah propaganda itu
disebarkan oleh kaum yang benci akan agama yang membawa keselamatan ini.
Allah berfirman, “Dan orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan rela padamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti
agama mereka. Katakanlah, ’Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk
(sebenarnya).’ Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu
(kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari
Allah”. (QS. 2:120)
Masih ingatkah tentang perang salib yang
terjadi antara kaum kaum muslimin dengan kaum kafir (kaum salibis)? Perang
Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di
Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan
tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan
gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang
Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu,
lencana dan panji-panji mereka.
Itulah perang fisik terakhir–walaupun
nyatanya masih ada perang-perang kecil -dan pemenangnya adalah kaum muslimin.
Setelah kekalahan tersebut, pemimpin kaum kafir saat itu menyatakan, ”Tidak
mungkin kita mengalahkan kaum muslimin selama mereka masih memiliki jihad
fisabilillah.” Begitupun kondisi di Aceh sewaktu zaman penjajahan. Aceh tidak
bisa diduduki penjajah karena rakyat berperang dengan jihad fisabilillah. Maka
dirancanglah metode efektif berupa perang pemikiran untuk menjauhkan dan
melalaikan umat dari agamanya.
Betapa banyak idola yang ditatap manusia
dalam penokohannya seperti artis, paranormal, pemimpin, politikus, ilmuwan, dan
tokoh idola lainnya. Tidak terhingga pula banyaknya idola yang didekap berupa
media dan teknologi. Ada juga prinsip dan gaya hidup yang menjelma menjadi
idola.
Publik figur, yang masyhur bikin ngawur
Popularitas atau kemasyhuran di zaman
sekarang ini menjadi sesuatu yang sering dikejar orang. Mungkin karena
popularitas memudahkan seseorang meraih impian. Popularitas juga membuat
seseorang jadi trend setter. Penampilannya dijadikan model. Kata-katanya dijadikan
petuah. Gaya hidupnya dijadikan standar berperilaku.
Artis.
Lihatlah, setiap konser selalu ramai didatangi anak-anak muda. Tak peduli
adanya korban dari tragedi konser sebelum-sebelumnya. Lihat histerianya ketika
mengagumi artis di saat itu atau di acara-acara televisi. Mereka tidak malu
berdesak-desakan, berpelukan dan berciuman dengan lawan jenis yang
diharamkan. Penampilannya ditiru seperti
model rambut dan pakaian, walaupun harus buka aurat. Gaya bicaranya juga ditiru
hingga sisi kehidupan artis yang paling pribadi.
Paranormal/dukun.
Banyak yang berdalih, dia punya kekuatan supranatural, punya indera ke enam.
Ternyata rasionaitas manusia modern hanyalah sebuah pengakuan semu. Buktinya
masih banyak media yang menayangkan komentar paranormal tentang gambaran
kehidupan yang akan datang ataupun peristiwa yang sedang hangat-hangatnya.
Masih banyak media yang memuat peruntungan manusia sesuai dengan waktu
kelahirannya. Anehnya, masih banyak juga yang mempercayainya walaupun mengaku
beragama.
Pemimpin.
Walaupun Adolf Hitler, Karl Marx, dan lainnya telah meninggal namun masih
banyak yang menyimpan potongan arsip tentang mereka secara nyata atau dalam
pemikiran. Hal itu karena rasa ‘kagum’ terhadap pola kepemimpinan mereka. Di
negara kita ini banyak juga yang seperti itu. Kefanatikan yang berlebihan
kepada pemimpin membuat mata mereka tertutup untuk melihat kesalahan dan
kekurangannya. Pemimpin yang suka berpidato omong kosong untuk orang lain dan
lupa untuk dirinya. Tidak punya prinsip. Perkataannya bertentangan dengan
ajaran agama. Segalanya hanya bersifat ritual. Kepentingan masyarakat sering
dijadikan alasan semata supaya dipuja.
Ilmuwan sesat.
Mereka dianggap telah memberikan kontribusi besar bagi ilmu pengetahuan untuk
kehidupan manusia di dunia. Padahal kenyataannya mereka menghancurkan dunia.
Mereka menistakan fakta dalam ayat-ayat
Alquran. Padahal Al-Qur'an lebih dulu diciptakan daripada mereka. Mereka
sendiri ternyata adalah orang-orang yang tidak mengakui adanya Tuhan. Teori
kapital komunis Karl Marx dan teori
evolusi Darwin diantaranya yang telah menyesatkan dunia pendidikan kita.
Teknologi, Media Massa dan Hiburan,
yang Bikin Lupa Diri
Perkembangan teknologi membawa banyak
kemudahan dalam kehidupan kita. Akan tetapi tidak dipungkiri perekembangan
tersebut harus menelan risiko yang besar juga. Sebutlah televisi, internet,
alat komunikasi, game station, media massa lainnya dan sebagainya. Kalau mau
menghitung, berapa persen manfaat yang didapat dari media yang ada? Lebih
banyak mudharatnya, bukan, kalau kita tidak bisa memilah-milah. Kalaupun
acaranya tidak masalah, coba lihat iklannya. Semuanya berisi pornografi,
pornoaksi, zina, hingga membuang-buang waktu.
Islam tidak melarang seni. Seni adalah
keindahan. Dalam Islam kita juga mengenal seni musik dan seni lukis. Namun seni
musik di sini bukan menjauhkan kita dari Allah SWT dan ajaran-Nya. Dengarlah
lirik lagu sekarang, kata-kata cinta yang diobral murahan berseliweran
dimana-mana. Nyanyian yang berisi kata-kata kotor, hina dan berbau maksiat itukah
yang dikatakan seni? Begitupun dengan seni lukis dan foto. Seenaknya mengatakan
pornografi sebagai seni mengekspresikan diri. Itu namanya seni yang sekuler.
Seni yang dipromotori setan.
Prinsip dan Gaya Hidup, yang Bikin
Hidup Makin Redup
Banyak yang menganggap Tuhan itu cuma
ada di masjid. Tuhan cuma ada ketika shalat. Agama itu hanya shalat, puasa,
zakat, dan ibadah ritual lainnya. Keliru sekali! Di setiap detik hembusan nafas
kita sejatinya berbau nilai-nilai Islam. Oleh karena itu banyak yang menganut
prinsip materialistik dan mempercayai mistik. Kebahagian dan kesuksesan hanya
dihitung dengan harta kekayaan yang dimiliki. Sehingga sering terjadi sikut
kanan sikut kiri bahkan korupsi karena terlalu boros.
Mode sudah menjadi gaya hidup manusia
modern. Mode pakaian dan dandanan, sangat jauh dari syari’atnya. Berpakaian
tapi menampakkan aurat termasuk juga pada kaum laki-laki. Pakaian dan dandanan
laki-laki menyerupai perempuan dan sebaliknya. Lihatlah para anak muda
khususnya, mejeng walaupun tak shopping di mall-mall menghabiskan waktu. Zina
alias seks bebas tidak hilang dari peredaran. Barang-barang memabukkan seperti
narkoba dan minuman keras masih meraja lela. Berita terbaru Kembali pemakai
narkoba menyebabkan banyak korban jiwa karena kecelakaan jalan raya. Sekarang
pelakunya dari kalangan yang mengaku pekerja seni.
Bukankah idola kita sudah tertulis dalam
Al-Quran, yakni nabi Muhammad SAW? Kembalilah pada petunjuk-Nya. Kelak kau kan
menemukan identitas sejatimu.
Apakah kita belum juga bisa berpikir
kalau semua aktifitas yang kita lakukan, yang kita suka dan dipuja-puja yang
menjerumuskan kita, pantaskah disebut idola? Kita hancur, hina, merana dan
tidak berharga semua karenanya. Relakah? Di mana nurani kita?
0 komentar :
Posting Komentar