Oleh: Dr. Sulaiman Al-Kumayi
(Dosen IAIN Walisongo Semarang)
SUDAH kita tinggalkan bulan
Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Imam 'Ali Zainal 'Abidin As, cucu Rasulullah
Saw., selalu meninggalkan bulan Ramadhan dengan penuh kesedihan. Dengan air
mata yang tidak henti-hentinya membasahi wajah yang mulia, beliau mengucapkan
salam perpisahan pada bulan Ramadhan. Ia berpisah dengan bulan yang telah
menyertainya dalam mengabdi kepada Allah. Bulan yang menaburkan harapan hamba
dari ampunan Tuhan. Bulan yang di dalamnya orang-orang saleh membersihkan hati
dengan air mata tobat dan penyesalan. Bulan yang di dalamnya ada satu malam
yang lebih utama daripada seribu bulan. Seperti Imam 'Ali Zainal Abidin As,
marilah kita ucapkan salam perpisahan kepada Ramadhan:
Wahai bulan Allah yang agung, assalamualaika, wahai
waktu-waktu yang menyertai kami dengan penuh kemuliaan. Wahai bulan dengan
jam-jam dan hari-hari kebaikan.
Assalamualaika, wahai bulan yang ketika harapan
didekatkan dan amal dihamparkan.
Salam bagimu wahai Ramadhan, sahabat yang datang
membawa kebahagiaan dan pergi meninggalkan kepedihan.
Salam bagimu wahai kawan, yang membuat hati menjadi
lembut dan dosa berguguran.
Salam bagimu wahai bulan penolong yang membantu kami
melawan setan dan memudahkan kami menapak jalan kebaikan.
Salam bagimu wahai Ramadhan. Betapa panjangnya Engkau
bagi para pendurhaka. Betapa mulianya Engkau bagi hati orang-orang yang
percaya.
Salam bagimu wahai Ramadhan, engkau datang kepada kami
membawa keberkahan dan membersihkan kami dari kesalahan.
Salam bagimu wahai Ramadhan. Wahai yang dirindukan
sebelum kedatangannya dan disedihkan sebelum kepergiannya.
Salam bagimu wahai Ramadhan. Karenamu betapa banyaknya
kejelekan telah dipalingkan dari kami. Karenamu betapa banyaknya kebaikan telah
dilimpahkan kepada kami.
Kita sudah meninggalkan bulan Ramadhan. Bulan
penyucian ruhani. Mulai hari ini kita semua memikul beban berat untuk
mempertahankan kesucian ini. Selama sebulan, Tuhan menyaksikan kita bangun di
waktu dini hari dan mendengarkan suara istighfar kita. Alangkah malangnya bila
setelah hari ini Tuhan melihat kita tidur lelap. Tak lagi bangun di tengah
malam untuk salat malam (salat tahajud). Bahkan melewati waktu subuh seperti
bangkai tak bergerak.
Selama sebulan bibir kita bergetar dengan doa, zikir,
dan kalimat suci Al-Quran. Celakalah kita bila kita gunakan bibir yang sama
untuk menggunjing, memfitnah, dan mencaci maki kaum Mukmin.
Selama sebulan kita melaparkan perut dari makanan dan
minuman yang halal di siang hari. Relakah kita sekarang memenuhi perut kita
dengan makanan dan minuman yang haram. Setelah hari ini, kita akan diuji apakah
kita termasuk orang yang terus mensucikan diri, berzikir, dan shalat atau tetap
mencintai dan mendahulukan dunia. Apakah kita termasuk orang yang disebut
Al-Quran: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri,dDan dia
ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat” (QS. Al-A`la, 87: 14-15). Atau “Tetapi
kamu memilih kehidupan duniawi” (QS. Al-A`la, 87: 16).
Saat hari raya Idul Fitri tiba, itu pertanda
kemenangan hakiki bagi orang-orang mukmin yang melaksanakan ibadah puasa dan
amal-amal lainnya selama bulan Ramadhan dan predikat muttaqîn (orang-orang yang
bertakwa)—insya Allah—kita peroleh saat ini. Ini adalah gelar atau predikat
tertinggi yang diberikan langsung oleh Allah SWT. Melalui predikat ini akan tumbuh
kesadaran dalam diri manusia tentang kehadiran Allah dalam hidupnya. Sehingga,
kapan pun dan di mana pun berada kita selalu merasa diawasi oleh Allah; Dialah
yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di
atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar
daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . Dan
Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan (QS. Al-Hadid [57]: 4); Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia
antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya, dan tiada (pembicaraan antara)
lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara
jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama
mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka
pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
segala sesuatu (QS. Al-Mujadilah [58]: 7).
Kesadaran ‘kehadiran Allah dalam diri’ ini sudah kita
bangun selama Ramadhan yang lalu. Kita sendiri yang merasa takut akan Allah
baik secara rahasia maupun terang-terangan. Kita menjaga betul agar puasa kita
tidak batal, sehingga saking hati-hatinya ada di antara kita sanggup tidak
sikat gigi meskipun mulut sangat bau. Padahal kalau kita mau curang, tidak ada
yang memata-matai kita. Namun, iman yang ada dalam dada kita mendorong kita
untuk berlaku jujur dan tidak mau berbuat curang.
Rasa takut akan Allah inilah seharusnya yang menjadi
pegangan dalam hidup kita. Pegangan yang dapat memotivasi kita untuk selalu
berbuat yang terbaik dalam hidup ini. Berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk
diri kita dan orang lain. Kita sangat takut untuk berbuat sesuatu yang dilarang
oleh Allah. Karena kita sadar sekecil apa pun kebaikan atau keburukan yang
dilakukan pasti akan menerima ganjarannya. Firman Tuhan kita: "Barangsiapa
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun [sekecil partikel], niscaya ia akan
melihat [balasan]nya; dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat
dzarrahpun, niscaya ia akan melihat [balasan]nya pula." (QS. Al-Zalzalah
[99]: 7-8); betul-betul selalu kita ingat bersamaan dengan keluar masuk nafas
kita. Kalau kita sudah selalu menempatkan Allah dalam setiap aktivitas kita,
maka kita tidak lagi merasa sendirian. Dan hidup dijalani dengan penuh suka
cita dan kebahagiaan. Apa pun bentuk ujian yang kita alami di tengah-tengah
perjalanan hidup kita, kita dengan tegas dan mantap mengatakan bahwa ini adalah
‘pertanda Allah mencintaiku, bukan membenciku.’
Menyambung Silaturrahmi
Siapa pun kita, setelah dosa-dosa kita kepada Allah
diampuni, maka kewajiban selanjutnya adalah menyambung tali silaturrahmi dengan
cara membuka pintu maaf dan meminta maaf kepada orang-orang yang memutuskan
hubungan tali silaturrahmi. Allah berfirman: Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu
(QS. An-Nisa [4]: 1).
Begitu pentingnya silaturrahmi, sehingga orang yang
memutuskannya dikecam dalam agama. Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga:
orang yang terus-menerus minum minumam keras, orang mukmin yang melakukan
sihir, dan yang memutuskan silaturrahmi (Al-Bihar, 74: 90).
Sesungguhnya rahmat Allah tidak turun kepada satu kaum
yang di dalamnya ada orang yang memutuskan silaturrahmi. Tidak ada dosa yang
Allah segerakan siksanya kepada pelakunya di dunia ini selain memutuskan tali
kekeluargaan.
Pada suatu hari, Ali bin Abi Thalib berdoa: “Aku
berlindung kepada Allah dari dosa yang mempercepat kebinasaan.” Abdullah bin
Al-Kawwa bertanya: “Ya Amir Al-Mukminin, apakah ada dosa yang mempercepat
kebinasaan?” Ia berkata: “Memutuskan silaturrahmi.”
Seorang laki-laki datang menemui Nabi SAW. Ia berkata:
“Ya Rasulullah, aku punya keluarga yang berasal dariku. Mereka menyakiti hatiku
dan aku bermaksud mengusir mereka.” Rasulullah SAW berkata kepadanya: “Kalau
begitu, Allah akan mengusir kamu semua.” Ia berkata: “Apa yang harus saya
lakukan?” Rasulullah SAW bersabda: “Kamu memberikan hartamu kepada orang yang
tidak pernah memberi kamu. Kamu sambungkan persaudaraan dengan orang yang
memusuhi kamu, dan kamu memaafkan orang-orang yang menyakiti kamu. Jika kamu
melakukan itu semua, Allah SWT akan selalu menjadi pembela kamu.” (Al-Bihar,
74: 100).
Sambungkanlah persaudaraan dengan orang yang sudah
putus dengan kita. Berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk kepada kita.
Katakanlah kebenaran walaupun bertentangan dengan kepentingan diri kita. Semoga
Allah selalu menyertai kita
0 komentar :
Posting Komentar