Oleh: Ahmad Sahide
(Direktur KBM (Kelompok Belajar Menulis) Yogyakarta dan Alumnus Pascasarjana Hubungan Internasional UGM)
Perbincangan akan sosok calon presiden 2014 nanti semakin hangat mewarnai pemberitaan di media massa. Beberapa tokoh dan partai sudah terang-terangan menyatakan kesiapannya bersaing pada pemilihan presiden 2014 nanti. Dari beberapa tokoh yang ada, muncul tokoh dari luar partai politik yang sering disebut-sebut namanya. Tokoh itu, salah satunya, adalah Moh. Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Tulisan ini mencoba membaca langkah politik Moh. Mahfud MD yang sudah lama menyatakan kesediaannya bertarung pada pemilihan presiden nanti. Baru-baru ini, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) ini kembali disorot media terkait kesediannya mengikuti konvensi Partai Demokrat dalam memperebutkan kursi calon presiden dari partai penguasa tersebut. Langkah politik Mahfud MD ini tentu menuai banyak pertanyaan dari publik. Tepatkah langkah politik Mahfud dengan merapat ke Demokrat?
Politik dengan prinsip
Secara pribadi, saya termasuk pengagum dari sosok Mahfud MD. Bagi saya, dia adalah figur yang memiliki prinsip dan ketegasan dalam memegang jabatan publik. Ketika menjabat sebagai ketua MK, lembaga itu terasa punya wibawa publik yang sulit tergoyahkan. Semua itu tidak terlepas dari sosok Mahfud MD yang dipandang sebagai figur yang tidak bisa diajak kompromi. Atas dasar semua itulah, sehingga saya punya pandangan politik bahwa tokoh dari Madura ini ideal dan dibutuhkan untuk muncul sebagai pemimpin bangsa, tepatnya menjadi presiden 2014-2019, menggantikan Susilo Bambang Yudoyono (SBY).
Namun demikian, pilihan Mahfud MD untuk maju dalam konvensi Demokrat membuat saya meragukan komitmennya untuk menyelesaikan persoalan akut bangsa dan Negara ini. Terutama dalam memberantas budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Saya mulai ragu bahwa Mahfud MD perlahan-lahan kehilangan prinsip politiknya demi obsesi meraih kekuasaan. Terlepas itu karena masukan dari orang-orang sekelilingnya atau bukan, yang jelas keraguan itu mulai muncul. Padahal politik dengan prinsip itu penting sebagaimana dikatakan oleh Mahatma Gandhi bahwa salah satu faktor yang menghancurkan dunia adalah politik yang tanpa prinsip. Dan memang obsesi meraih kekuasaan yang tidak terkontrol itulah yang terkadang membuat kita tidak mengindahkan prinsip-prinsip tersebut. Bahasa sederhananya, obsesi kekuasaanlah yang membuat kita lupa. Saya kira ini umum terjadi dalam dunia politik.
Demokrat dan Mahfud MD
“Semua bisa diatur”, inilah bahasa yang sangat akrab dan umum bagi para politisi. Bahasa ini memberikan sinyal bahwa segala sesuatunya bisa dikompromikan. Boleh jadi bahasa ini pula yang kembali akrab bagi Mahfud MD, walaupun berharap besar bahwa tidak demikian adanya. Kecurigaan itu muncul sebab jika kita membaca jejak rekam antara Demokrat dan Mahfud MD, terutama ketika Mahfud MD masih menjabat sebagai ketua MK, seolah keduanya bagaikan air dan minyak. Demokrat adalah partai yang sarat dengan masalah, korupsi Century belum selesai dan begitupun juga dengan Hambalang. Publik merekam bahwa aktor utama dari kasus korupsi besar ini adalah orang-orang Demokrat. Sementara Mahfud MD dipandang sebagai tokoh yang sangat tegas atas kebenaran yang dia yakini.
Oleh karena itu, kesediaan Mahfud MD untuk maju dalam konvensi Demokrat sebenarnya hanyalah langkah politik yang akan menyandera dirinya. Tersandera oleh dosa masa lalu Demokrat di masa SBY. Jika maju dan menang lewat Demokrat, Mahfud tentu harus kompromi dengan Demokrat. Itu sudah pasti sebab Mahfud membutuhkan dukungan partai untuk menyukseskan visi dan misinya. Presiden tanpa dukungan partai tentu akan sangat lemah dan tidak punya power. Dan Demokrat tentu akan menback up Mahfud, jika terpilih, selagi tidak menganggu atau mengungkit masa lalu Demokrat dan SBY.
Hal utama yang dipikirkan SBY saat ini adalah bagaimana mengamankan kasus-kasusnya selama tidak lagi menjabat sebagai presiden, pasca 2014 nanti. Tentulah SBY tidak ingin mengikuti rekam jejak mantan pemimpin-pemimpin di beberapa Negara yang diasingkan atau dipenjarakan setelah turun dari tahtanya. Itulah saya kira ketakutan besar SBY hari ini. Oleh karena itu, SBY dan Demokrat harus bisa memastikan bahwa calon yang diusung partainya bisa memenangkan laga 2014 nanti dan sepertinya Mahfud MD bisa masuk dalam jebakan politik yang dimainkannya. Itulah yang harus diwaspadai oleh Mahfud MD, tokoh harapan kita ke depan untuk memperbaiki kehidupan bangsa dan Negara ini. Semoga Mahfud MD tidak lupa dan juga tidak meninggalkan prinsip-prinsip politiknya. Itulah harapan kita pada dirinya!
Yogyakarta, 21 Agustus 2013
(Direktur KBM (Kelompok Belajar Menulis) Yogyakarta dan Alumnus Pascasarjana Hubungan Internasional UGM)
Perbincangan akan sosok calon presiden 2014 nanti semakin hangat mewarnai pemberitaan di media massa. Beberapa tokoh dan partai sudah terang-terangan menyatakan kesiapannya bersaing pada pemilihan presiden 2014 nanti. Dari beberapa tokoh yang ada, muncul tokoh dari luar partai politik yang sering disebut-sebut namanya. Tokoh itu, salah satunya, adalah Moh. Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Tulisan ini mencoba membaca langkah politik Moh. Mahfud MD yang sudah lama menyatakan kesediaannya bertarung pada pemilihan presiden nanti. Baru-baru ini, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) ini kembali disorot media terkait kesediannya mengikuti konvensi Partai Demokrat dalam memperebutkan kursi calon presiden dari partai penguasa tersebut. Langkah politik Mahfud MD ini tentu menuai banyak pertanyaan dari publik. Tepatkah langkah politik Mahfud dengan merapat ke Demokrat?
Politik dengan prinsip
Secara pribadi, saya termasuk pengagum dari sosok Mahfud MD. Bagi saya, dia adalah figur yang memiliki prinsip dan ketegasan dalam memegang jabatan publik. Ketika menjabat sebagai ketua MK, lembaga itu terasa punya wibawa publik yang sulit tergoyahkan. Semua itu tidak terlepas dari sosok Mahfud MD yang dipandang sebagai figur yang tidak bisa diajak kompromi. Atas dasar semua itulah, sehingga saya punya pandangan politik bahwa tokoh dari Madura ini ideal dan dibutuhkan untuk muncul sebagai pemimpin bangsa, tepatnya menjadi presiden 2014-2019, menggantikan Susilo Bambang Yudoyono (SBY).
Namun demikian, pilihan Mahfud MD untuk maju dalam konvensi Demokrat membuat saya meragukan komitmennya untuk menyelesaikan persoalan akut bangsa dan Negara ini. Terutama dalam memberantas budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Saya mulai ragu bahwa Mahfud MD perlahan-lahan kehilangan prinsip politiknya demi obsesi meraih kekuasaan. Terlepas itu karena masukan dari orang-orang sekelilingnya atau bukan, yang jelas keraguan itu mulai muncul. Padahal politik dengan prinsip itu penting sebagaimana dikatakan oleh Mahatma Gandhi bahwa salah satu faktor yang menghancurkan dunia adalah politik yang tanpa prinsip. Dan memang obsesi meraih kekuasaan yang tidak terkontrol itulah yang terkadang membuat kita tidak mengindahkan prinsip-prinsip tersebut. Bahasa sederhananya, obsesi kekuasaanlah yang membuat kita lupa. Saya kira ini umum terjadi dalam dunia politik.
Demokrat dan Mahfud MD
“Semua bisa diatur”, inilah bahasa yang sangat akrab dan umum bagi para politisi. Bahasa ini memberikan sinyal bahwa segala sesuatunya bisa dikompromikan. Boleh jadi bahasa ini pula yang kembali akrab bagi Mahfud MD, walaupun berharap besar bahwa tidak demikian adanya. Kecurigaan itu muncul sebab jika kita membaca jejak rekam antara Demokrat dan Mahfud MD, terutama ketika Mahfud MD masih menjabat sebagai ketua MK, seolah keduanya bagaikan air dan minyak. Demokrat adalah partai yang sarat dengan masalah, korupsi Century belum selesai dan begitupun juga dengan Hambalang. Publik merekam bahwa aktor utama dari kasus korupsi besar ini adalah orang-orang Demokrat. Sementara Mahfud MD dipandang sebagai tokoh yang sangat tegas atas kebenaran yang dia yakini.
Oleh karena itu, kesediaan Mahfud MD untuk maju dalam konvensi Demokrat sebenarnya hanyalah langkah politik yang akan menyandera dirinya. Tersandera oleh dosa masa lalu Demokrat di masa SBY. Jika maju dan menang lewat Demokrat, Mahfud tentu harus kompromi dengan Demokrat. Itu sudah pasti sebab Mahfud membutuhkan dukungan partai untuk menyukseskan visi dan misinya. Presiden tanpa dukungan partai tentu akan sangat lemah dan tidak punya power. Dan Demokrat tentu akan menback up Mahfud, jika terpilih, selagi tidak menganggu atau mengungkit masa lalu Demokrat dan SBY.
Hal utama yang dipikirkan SBY saat ini adalah bagaimana mengamankan kasus-kasusnya selama tidak lagi menjabat sebagai presiden, pasca 2014 nanti. Tentulah SBY tidak ingin mengikuti rekam jejak mantan pemimpin-pemimpin di beberapa Negara yang diasingkan atau dipenjarakan setelah turun dari tahtanya. Itulah saya kira ketakutan besar SBY hari ini. Oleh karena itu, SBY dan Demokrat harus bisa memastikan bahwa calon yang diusung partainya bisa memenangkan laga 2014 nanti dan sepertinya Mahfud MD bisa masuk dalam jebakan politik yang dimainkannya. Itulah yang harus diwaspadai oleh Mahfud MD, tokoh harapan kita ke depan untuk memperbaiki kehidupan bangsa dan Negara ini. Semoga Mahfud MD tidak lupa dan juga tidak meninggalkan prinsip-prinsip politiknya. Itulah harapan kita pada dirinya!
Yogyakarta, 21 Agustus 2013
0 komentar :
Posting Komentar