Oleh; Ahmad Rafli Anhar
(Co-Founder and Managing Director of saungelmu)
Diskursus mengenai pelaksanaan kurikulum 2013, hingga saat ini masih saja menjadi topik hangat berbagai pemberitaan. Polemik mengenai hal itu pun seakan tak ada henti-hentinya, seperti carut-marutnya persepakbolaan. Berbagai pro dan kontra mengenai kurikulum 2013 pun saling menyerang bagai sebuah pertempuran.
Dikotomis dalam diskursus itu pun akhirnya tak lagi dapat dipungkiri, pihak yang pro jelas direpresentatfkan oleh pemangku kebijakan. Sedangkan pihak yang berkeberatan atau berseberangan diwakili oleh pihak-pihak dalam tubuh masyarakat yang peduli akan pendidikan.
Perang argumentasi mewarnai kebijakan pendidikan
Adu argumentasi diantara kedua belah pihak jelas tak terelakkan. Pemerintah dalam hal ini, selaku pemangku sekaligus pelaksana kebijakan kurikulum 2013 telah mengklaim berbagai keunggulan. Misalnya saja, pemerintah mengklaim kurikulum 2013 ini akan menciptakan siswa sekolah yang memiliki kekreativitasan. “Desainnya dibuat untuk menciptakan generasi penerus yang mampu menghadapi dunia yang makin rumit”, demikian yang dikatakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.[1]
Pemerintah sah-sah saja mengklaim keunggulan dari kurikulum 2013 yang telah dirumuskan. Namun masyarakat pun tak salah pula jika ingin “menguji” keunggulan kurikulum 2013 tersebut yang nantinya juga akan ikut melaksanakan. Bahkan diantara masyarakat yang berseberangan pun berhak mengajukan keberatan dengan didasari oleh berbagai argumen sebagai bahan pertimbangan.
Seperti misalnya yang dikemukakan oleh salah seorang rektor universitas di Yogyakarta yang menilai bahwa kurikulum 2013 belum menyentuh sekolah-sekolah luar biasa bagi anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan. “Padahal yang justru harus diperhatikan juga adalah anak-anak berkebutuhan khusus”, demikian yang dikatakannya dihadapan forum anggota dewan.[2]
Peningkatan kualitas pendidikan yang harus diutamakanNamun terlepas dari diskursus diatas, peningkatan kualitas pendidikan bangsa ini memang mesti disegerakan. Dikarenakan kualitas pendidikan suatu bangsa akan menentukan nasib suatu bangsa ke depan. Terebih lagi dalam percaturan dunia internasional, baik itu dari segi geo-politik, ekonomi maupun kebudayaan.
Sebagai contoh dalam bidang ekonomi, Indonesia sebagai sebuah negara akan menghadapi perdagangan bebas pada 2015 mendatang untuk zona Asean. Untuk mempersiapkan hal itu maka sudah seyogyanya kualitas pendidikan, yang akan menentukan pula kualitas sumber daya manusia Indonesia, harus segera ditingkatkan. Oleh karena itu dengan cara melaksanakan kurikulum 2013 tersebut, diharapkan terjadi sebuah terobosan. Walau keberhasilan dari pelaksanaannya belum dapat dipastikan, namun setidaknya bangsa ini sudah mulai melakukan sebuah perubahan.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan daya saing sumber daya manusia Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya terutama di kawasan Asean, seorang pemerhati pendidikan pun memberikan masukan. Baginya, “Siswa harus mempunyai self confidence (kepercayaan diri), self awareness (kesadaran).” Karena kedua aspek tersebut akan menentukan keberhasilan siswa tersebut di masa depan. Apalagi bagi para siswa yang ingin menjadi seorang wirausaha,“Dua hal tersebut adalah modal untuk menjadi wirausaha” tambahnya untuk menegaskan.[3] Baginya pula kepercayaan diri seorang siswa tumbuh dari penguasaannya terhadap bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris sebagai bahasa internasional untuk menjalin suatu hubungan.
Peran masyarakat sangat menetukan
Mengingat pentingnya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, maka sudah semestinya ada suatu perubahan. Terlepas dari adanya pro-kontra seputar pelaksanaan kurikulum 2013, maka masyarakat sudah selayaknya mendukung program pemerintah tersebut sebagai sebuah usaha perbaikan. Jika ternyata nanti kedepannya terjadi kejanggalan, maka masyarakat pun dapat melakukan tindakan. tidak melulu menunggu dan mengikuti dengan pasif suatu kebijakan. Tetapi masyarakat itu sendiri pun dapat bergerak bersama melakukan perubahan secara aktif demi mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan tercerahkan. Hal tersebut tak lain dikarenakan adanya hikmah pencerahan dari apa yang dinamakan pendidikan.(fly)
Refrensi:
[1] http://www.tempo.co/read/news/2013/02/01/079458352/Kurikulum-2013-Diklaim-Bikin-Siswa-Kreatif
[2] http://www.tempo.co/read/news/2013/01/28/079457403/Kurikulum-2013-Abaikan-Anak-Berkebutuhan-Khusus
[3] http://nasional.sindonews.com/read/2013/02/10/64/716228/agar-tak-jadi-pengangguran-intelek
(Co-Founder and Managing Director of saungelmu)
Diskursus mengenai pelaksanaan kurikulum 2013, hingga saat ini masih saja menjadi topik hangat berbagai pemberitaan. Polemik mengenai hal itu pun seakan tak ada henti-hentinya, seperti carut-marutnya persepakbolaan. Berbagai pro dan kontra mengenai kurikulum 2013 pun saling menyerang bagai sebuah pertempuran.
Dikotomis dalam diskursus itu pun akhirnya tak lagi dapat dipungkiri, pihak yang pro jelas direpresentatfkan oleh pemangku kebijakan. Sedangkan pihak yang berkeberatan atau berseberangan diwakili oleh pihak-pihak dalam tubuh masyarakat yang peduli akan pendidikan.
Perang argumentasi mewarnai kebijakan pendidikan
Adu argumentasi diantara kedua belah pihak jelas tak terelakkan. Pemerintah dalam hal ini, selaku pemangku sekaligus pelaksana kebijakan kurikulum 2013 telah mengklaim berbagai keunggulan. Misalnya saja, pemerintah mengklaim kurikulum 2013 ini akan menciptakan siswa sekolah yang memiliki kekreativitasan. “Desainnya dibuat untuk menciptakan generasi penerus yang mampu menghadapi dunia yang makin rumit”, demikian yang dikatakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.[1]
Pemerintah sah-sah saja mengklaim keunggulan dari kurikulum 2013 yang telah dirumuskan. Namun masyarakat pun tak salah pula jika ingin “menguji” keunggulan kurikulum 2013 tersebut yang nantinya juga akan ikut melaksanakan. Bahkan diantara masyarakat yang berseberangan pun berhak mengajukan keberatan dengan didasari oleh berbagai argumen sebagai bahan pertimbangan.
Seperti misalnya yang dikemukakan oleh salah seorang rektor universitas di Yogyakarta yang menilai bahwa kurikulum 2013 belum menyentuh sekolah-sekolah luar biasa bagi anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan. “Padahal yang justru harus diperhatikan juga adalah anak-anak berkebutuhan khusus”, demikian yang dikatakannya dihadapan forum anggota dewan.[2]
Peningkatan kualitas pendidikan yang harus diutamakanNamun terlepas dari diskursus diatas, peningkatan kualitas pendidikan bangsa ini memang mesti disegerakan. Dikarenakan kualitas pendidikan suatu bangsa akan menentukan nasib suatu bangsa ke depan. Terebih lagi dalam percaturan dunia internasional, baik itu dari segi geo-politik, ekonomi maupun kebudayaan.
Sebagai contoh dalam bidang ekonomi, Indonesia sebagai sebuah negara akan menghadapi perdagangan bebas pada 2015 mendatang untuk zona Asean. Untuk mempersiapkan hal itu maka sudah seyogyanya kualitas pendidikan, yang akan menentukan pula kualitas sumber daya manusia Indonesia, harus segera ditingkatkan. Oleh karena itu dengan cara melaksanakan kurikulum 2013 tersebut, diharapkan terjadi sebuah terobosan. Walau keberhasilan dari pelaksanaannya belum dapat dipastikan, namun setidaknya bangsa ini sudah mulai melakukan sebuah perubahan.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan daya saing sumber daya manusia Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya terutama di kawasan Asean, seorang pemerhati pendidikan pun memberikan masukan. Baginya, “Siswa harus mempunyai self confidence (kepercayaan diri), self awareness (kesadaran).” Karena kedua aspek tersebut akan menentukan keberhasilan siswa tersebut di masa depan. Apalagi bagi para siswa yang ingin menjadi seorang wirausaha,“Dua hal tersebut adalah modal untuk menjadi wirausaha” tambahnya untuk menegaskan.[3] Baginya pula kepercayaan diri seorang siswa tumbuh dari penguasaannya terhadap bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris sebagai bahasa internasional untuk menjalin suatu hubungan.
Peran masyarakat sangat menetukan
Mengingat pentingnya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, maka sudah semestinya ada suatu perubahan. Terlepas dari adanya pro-kontra seputar pelaksanaan kurikulum 2013, maka masyarakat sudah selayaknya mendukung program pemerintah tersebut sebagai sebuah usaha perbaikan. Jika ternyata nanti kedepannya terjadi kejanggalan, maka masyarakat pun dapat melakukan tindakan. tidak melulu menunggu dan mengikuti dengan pasif suatu kebijakan. Tetapi masyarakat itu sendiri pun dapat bergerak bersama melakukan perubahan secara aktif demi mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan tercerahkan. Hal tersebut tak lain dikarenakan adanya hikmah pencerahan dari apa yang dinamakan pendidikan.(fly)
Refrensi:
[1] http://www.tempo.co/read/news/2013/02/01/079458352/Kurikulum-2013-Diklaim-Bikin-Siswa-Kreatif
[2] http://www.tempo.co/read/news/2013/01/28/079457403/Kurikulum-2013-Abaikan-Anak-Berkebutuhan-Khusus
[3] http://nasional.sindonews.com/read/2013/02/10/64/716228/agar-tak-jadi-pengangguran-intelek
0 komentar :
Posting Komentar