Pendidikan Berbasis Kecerdasan Emosional

PADA masa sekarang ini, peran keluarga mulai melemah dikarenakan perubahan sosial, politik dan budaya yang terjadi. Keadaan ini memiliki andil yang besar terhadap terbebasnya anak dari kekuasaan orang tua, keluarga telah kehilangan fungsinya dalam perkembangan emosi anak.

Kehidupan anak-anak yang sudah memasuki usia sekolah sebagian waktunya dihabiskan di sekolah mulai pagi hingga siang hari. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwasanya mereka pun berinteraksi dengan gurunya dan teman-temannya, hasil interaksi inipun akan mempengaruhi pola perilaku mereka.

Pelaksanan pendidikan tidak mungkin lepas dari faktor-faktor psikologis manusia di samping faktor lingkungan sekitar, maka dalam proses pengajaran perlu bahkan wajib berpegang pada petunjuk-petunjuk dari para ahli psikologi terutama psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan, termasuk psikologi agama.

Namun selama ini hanya sedikit orang tua yang memperhatikan perkembangan kejiwaan anak secara universal. Orang tua biasanya hanya memperhatikan pada aspek jiwa yang langsung dapat teramati saat itu juga. Seperti pada perkembangan aspek kognisi, orang tua akan merasa sangat bahagia bila anaknya yang masih balita sudah dapat menghafal abjad ataupun mengenal bahasa asing.

Mereka tidak sadar bahwa anak akan mempunyai masalah-masalah di masa depan yang penyelesainya tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan orang tua dalam mengembangkan aspek kognisinya atau IQ (Intelellegence Qoutien)-nya, namun tak kalah penting adalah keberhasilan pengembangan aspek emosi anak juga merupakan salah satu faktor penting yang mementukan keberhasilan anak di masa depan.

Dalam kaitannya dengan hubungan tersebut maka upaya untuk membangun dan mengembangkan kecerdasan emosional anak patut diperhatikan karena secara psikologis bukan pikiran rasional saja yang dapat membantu anak mengalami perkembangan, tetapi pikiran emosional juga memberi dampak efektif. Hal ini melihat bahwa masa anak merupakan saat yang tepat untuk menerima dan menyerap informasi-informasi baru.

Jadi agar kecerdasan emosional anak dapat berjalan dan berkembang dengan baik, maka seyogyanya diberikan pendidikan dan bimbingan yang dilakukan oleh orang tua, dalam hal ini yang paling berkompeten adalah guru kepada siswa dalam masa pertumbuhannya agar ia memiliki kepribadian dan kecerdasan yang cemerlang baik kecerdasan logika maupun kecerdasan emosi.

Maka kecerdasan emosional ini semakin perlu dipahami, dimiliki dan diperhatikan dalam pengembanganya karena mengingat kondisi kehidupan dewasa ini yang semakin kompleks. Kehidupan yang semakin kompleks ini memberikan dampak yang sangat buruk terhadap konstelasi kehidupan emosional individu.
Daniel Goleman mengemukakan hasil survey terhadap para orang tua dan guru yang hasilnya menunjukkan bahwa ada kecenderungan yang sama di seluruh dunia, yaitu generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosional daripada generasi sebelumnya. Mereka lebih kesepian dan pemurung, lebih beringasan dan kurang menghargai sopan-santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif.

Merupakan tugas yang berat bagi orang tua dalam memilih sekolah yang berkualitas bagi pendidikan anak-anaknya. Sekolah pada umumnya jarang ditemukan adanya pendidikan yang berorientasi tidak hanya pada aspek kognitif dan psikomotirik saja melainkan aspek emosional.

Iklim yang mendukung terciptanya kecerdasan emosional anak ini nampak pada aktivitas belajar-mengajar baik di dalam maupun di luar kelas. Pola-pola kecerdasan emosional yang dikembangkan guru di dalam kelas dengan jalan mengintegrasikan dengan tiap-tiap mata pelajaran yang diajarkan guru.

Hal ini dikarenakan banyaknya beban kurikulum yang harus diajarkan guru dan tidak tersedianya waktu yang memungkinkan bagi mereka untuk memberikan pelatihan kecerdasan emosinal secara khusus. (A1/Ma)
Share on Google Plus

About Unknown

RIC Karya
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar