Madzab Demokrasi Pilgub Jawa Tengah 2013

Oleh: M. Ali Shoim; Pegiat Rumah Pendidikan Sciena Madani

SEBAGIAN bahkan kebanyakan para pengikut madzab demokrasi Indonesia, menyatakan hanya dengan pemilihan umum, demokrasi dapat tercapai. Bagi sebagian pengamat mengunggulkan madzab demokrasi. Di sini, kita menghargai dan memberikan kebebasan atas madzab ini karena demokrasi dianggap solusi atas bentuk nation yang ada di Indonesia. Selain itu, pandangan yang mencoba untuk menggugurkan madzab demokrasi, tidak punya daya dalam konteks formalitas dalam struktur pemerintahan. Sekeras apa pun masyarakat menyatakan tidak sepakat dengan sistem demokrasi, pada kenyataan madzab demokrasi telah dinaungi UU RI nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Sedikit mengurai tentang madzab demokrasi, beberapa hari yang lalu (ahad, 26/5/2013) masyarakat Jawa Tengah disuruh untuk memilih tiga pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang ditetapkan oleh KPUD Jawa Tengah. Sebelumnya ada prediksi yang mengatakan sesuai survey hitung cepat, pasangan nomor 3 yakni Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko diprediksikan akan menang dalam pertandingan pilkada gubernur Jawa Tengan 2013 ini. Ini didasarkan pada perolehan hitung cepat oleh 3 lembaga survei yakni LSI, IndoBarometer, dan JSI yang kemudian ditambah hasil hitung cepat yang juga telah dilaksanakan KPUD Jawa Tengah.

Meski variatif, tapi urutan teratas dari hasil hitung cepat menempatkan pasangan nomor 3 dengan perolehan angka berkisar diantara 45-55%, disusul oleh pasangan calon incumbent yakni nomor 2 Bibit Waluyo-Sudijono dengan perolehan sekitar angka 25-35%, dan pasangan nomor 3 yaitu adi Prabowo-Don Murdono yang diprediksi mendapat angka berkisar 15-25%. Prosentase peroleh itu, diambil dari sampling, yang artinya ada kemungkinan besar tingkat prosentasenya meningkat.  Bahkan menanggapi hal ini, Bibit Waluyo telah mengucapkan selamat kepada Ganjar Pranowo.

Tabel Hasil Hitung Cepat Pilgub Jawa Tengah 2013
Beberapa Lembaga Survei


Politisi Puan Maharani memberikan komentar bahwa kemenangan yang dicapai berkat mesin partai yang berjalan. "Insya Allah pasangan Ganjar-Heru jadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jateng. Ini kerja mesin politik dari atas hingga bawah. Ini kemenangan bersama," ujar Puan Maharani dikutip dari okezone.com.

Jika hal itu yang menjadi faktor utama, maka faktor yang lain menempati kedudukan kedua dan selanjutnya kan? Dengan kata lain ini menegaskan bahwa pemilihan calon gubernur dari sistem pilkada Jawa Tengah, tidak didasarkan atas individu berfikir aktif. Dimana, masyarakat ditempatkan sebagai pemikir pasif yang menerima informasi dan menentukan pilihan dari mesin partai, hegemoni partai. Bukan kah ini sudah mencederai nilai-nilai demokrasi? Dimana kebebasan dapat dinikmati saat satu suara.

Kembali pada hasil hitung cepat. Prosentase perolehan angka tersebut ditentukan dengan menggunakan teknik contoh. Dimana contoh yang diambil, dapat menjadi perwakilan suara mayoritas masyarakat Jawa Tengah. Dimana dapat diketahui secara umum, partisipan pemilih dalam menentukan pilihan kepada ketiga pasangan calon gubernur dan termasuk tidak menentukan pilihan atau golput.

Angka golput pada pilkada gubernur Jawa Tengah 2013 ini, cukuplah tinggi. Yakni mencapai lebih dari 50% dari total pemilih yang ada. Jika jumlah pemilih 27.385.985 jiwa, maka angka partisipan pemilih adalah sekitar 16 juta jiwa  dan angka golput sekitar 10 juta. Secara kasat mata, proporsi demikian dianggap telah mewakili aspirasi penduduk Jawa Tengah atas sosok pemimpin (baca : Gubernur dan Wakil Gubernur)yang diinginkan. Dimana sosok tersebut menjadi interpretasi atas kebutuhan pemimpin komunitas yang dapat menjalankan amanahnya.

Akan tetapi, secara lebih detail jika kita menelaah angka-angka matematis tersebut, maka akan memunculkan sebuah absurditas atas makna suara rakyat. Menilik pada pasal 107 ayat 1 UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu “pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50% jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Berdasarkan pasal tersebut, dalam pilgub Jawa Tengah 2013, bisa jadi dimenangkan oleh pasangan nomor 3. Hasil hitung cepat saja menunjukkan pada prosentase sekitar  angka 50%.  Yang artinya hampir 50% jumlah suara sah memilih pasangan tersebut. Secara hukum, memang perolehan ini dapat dijelaskan. Tapi, apakah ini menjadi tanda bahwa makana demokrasi yang selama ini dijunjung tinggi oleh para reformis 1988 dapat terbaca?

Jika jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2011 mencapai 32.565.521 jiwa (sumber : BPS Jateng). Angka pemilih pada pilgub Jawa Tengah 2013 adalah 27.385.985 jiwa. Angka pemilih tersebut menjadi acuan angka penentu demokrasi, karena sisa jumlah penduduk 5.179.536 jiwa yang tidak memiliki hak pilih telah diwakili oleh angka pemilih.

Tabel Hasil Survey Angka Golput
oleh IndoBarometer

* Survey ini dilakukan di 400 TPS pada 35 kabupaten/kota

Kemudian jika mengacu pada hasil survey IndoBarometer tentang angka golput, maka akan didapat angka golput yang mencapai 45,27% dari jumlah pemilih.  Suara tidak sah dapat dimasukkan dalam angka golput, dengan perspektif bahwa suara tidak sah tidak mempengaruhi jumlah perolehan suara. Dengan demikian angka golput terdiri dari 41,57% tidak hadir di TPS dan 3,7% dari suara tidak sah. Sehingga jumlah pemilih yang mempengaruhi perolehan suara dari setiap pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur adalah 14.988.350 jiwa.

Jumlah pemilih tersebutlah yang kemudian memilih tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada pilgub Jawa Tengah 2013. Sehingga dapat diperkirakan berapa jumlah pemilih yang memberikan dukungan kepada masing-masing pasangan dalam pilgub Jawa Tengah 2013, dengan pembagian yang diasumsikan sama dengan hasil hitung cepat yang dilakukan oleh KPUD Jawa Tengah. Sehingga, untuk pasangan nomor 3 diperkirakan mendapat dukungan 7.231.879 jiwa pemilih atau 26,41% dari jumlah keseluruhan pemilih. Ini artinya perolehan suara yang menentukan terpilihnya gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah hanya 26,41% jumlah pemilih.
Tabel Analisis Sebaran Suara Pemilih
Dalam Pilgub Jawa Tengah

* Hasil analisis dengan acuan hitungan cepat KPUD Jawa Tengah

Seandainya perolehan ini diartikan sebagai sebuah keterwakilan, atas madzab demokrasi, tentunya kurang pas. Karena aspirasi mayoritas belum dapat terwakili. Bagaimana bisa? Tentunya suara yang kurang dari 1/3 jumlah penduduk Jawa Tengah tidak dapat dikatakan telah mewakili seluruh aspirasi rakyat Jawa Tengah. Ini sungguh ironi. Kenyataan yang memang dapat disampaikan dari hasil hitungan matematis pilgub Jawa Tengah 2013 adalah “bahwa perolehan suara kemenangan dari calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah masih lebih kecil dibandingkan sikap acuh masyarakat.

Mungkin, banyak ahli yang menyatakan analisis pembahasan tentang sebab suara golput. Secara umum, alasan suara golput dapat terjadi karena tidak paham, atau kurang mengenal, atau kesibukan atau situasi dan kondisi. Apa pun itu, kemunculan suara golput secara psikologis, menjadi indikator pertanda bahwa rasa kebermilikan (a sense of belonging) pemilih sangat rendah.

Selain itu, madzab demokrasi mengharuskan setiap individunya untuk berfikir aktif, bukan berfikir pasif, ataupun pasif tak bergerak. Sehingga aspirasi yang ingin diwujudkan oleh madzab demokrasi, dapat secara kausalitas berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat. Kita masih menaruh harapan atas hasil yang diperoleh dari madzab demokrasi. Tapi jangan sampai, demokrasi dijadikan topeng dari nafsu untuk menguasai aset dan menjajah rakyat Jawa Tengah.

Share on Google Plus

About Unknown

RIC Karya
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar