Memahami Pluralisme Gus Dur

WM - Dalam sejarah perkembangan teori pluralisme, terdapat satu diktum menarik bahwa "keterlibatan aktual dalam sebuah kegiatan terbuka memiliki posisi yang lebih valid sebagai penanda sebuah kepemimpinan dibandingkan hanya sebuah reputasi."

Pernyataan ini terasa begitu mengena dalam praktek pluralisme di negara Indonesia. Maraknya kasus
kekerasan bernuansa agama dan semakin tingginya tingkat intoleransi di masyarakat menyebabkan sebagian masyarakat Indonesia merindukan kembali sosok pemimpin dan negarawan sekaliber Gus Dur, yang tidak hanya pandai beretorika tentang toleransi dan pluralisme, tetapi mengambil posisi terdepan dalam pembelaan terhadap berbagai kelompok minoritas yang termarjinalkan. Oleh karena itu, ide dan pemikiran Gus Dur tentang wacana toleransi dan pluralisme seakan tidak pernah kering
untuk selalu digali dan diimplementasikan dalam menghadapi berbagai masalah sosial-keagamaan yang muncul, khususnya sikap intoleransi dan berbagai bentuk kekerasan atas nama agama.

Hal ini disampaikan oleh Achmad Zainal Arifin, Ph.D. dalam Diskusi Serial Tokoh Pluralis Indonesia #1 yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga bekerjasama dengan AIFIS (American Institute for Indonesian Studies), pada hari Jumat, 19 September 2014 di UIN Sunan Kalijaga. Achmad Zainal Arifin, Ph.D, adalah alumnus Northearn Iowa University, Amerika dan University of Western Sydney, Australia, yang kini menjadi Ketua Pusat Pengembangan Ilmu Sosial dan Humaniora (PPISH), UIN Sunan Kalijaga.

Dalam kesempatan tersebut, Zainal menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu dicatat berkenaan dengan upaya untuk memahami ide-ide Gus Dur secara umum. Pandangan Gus Dur tentang pluralisme tidak terdefinisikan secara sistematis, akan tetapi tersebar dalam berbagai
artikel dan bahkan lebih banyak berbentuk tindakan (aksi). Selain itu, Gus Dur seringkali dinilai sebagai sosok yang cukup kontroversial karena memiliki pola pikir yang berbeda dengan kebanyakan tokoh masyarakat, bahkan tidak sedikit yang menilai beliau tidak konsisten.

Lebih lanjut, Zainal menyampaikan bahwa setidaknya, ada dua gagasan besar dari Gus Dur yang bisa digunakan sebagai pintu masuk untuk memahami ide tentang pluralisme agama. Pertama, Pribumisasi Islam yaitu memperhatikan kebutuhan-kebutuhan lokal dalam merumuskan hukum agama tanpa merubah hukum itu sendiri. Kedua, Kemanusiaan Universal, di mana tema ini nampak begitu dominan dalam karya-karya Gus Dur dan menjadi pijakan bagi aksi-aksi Gus Dur dalam membela berbagai kelompok minoritas. Dari dua konsepsi tersebut setidaknya masyarakat bisa menarik satu benang merah bahwa bentuk pluralisme Gus Dur adalah model pluralisme sosial, bukan pluralisme teologis. Karenanya, Gus Dur masih tetap lekat sebagai pribadi Muslim yang berpegang teguh pada
ritual-ritual Islam, khususnya Islam tradisional.
Share on Google Plus

About Madani

RIC Karya
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar