PENDIDIKAN bukanlah ranah asing bagi Ibnu Miskawaih. Ia telah lama bergelut di bidang tersebut walaupun lebih dikenal dan lekat dengan bidang etika. Maka, berserak pula uraian konsep-konsep tentang pendidikan.
Dalam salah satu karyanya, Tahdhib al-Akhlaq , cendekiawan Muslim asal Ray Persia yang lahir di tahun 320 H/ 932 M. Sedangkan Morgoliouth menyebutkan tahun 330 H. Lalu Abdul Aziz Izzat menduga beliau lahir di tahun 325 H, ini menyatakan, pendidikan menunjukkan tugas dan kewajiban yang harus dilakukan orang dewasa, terutama orang tua kepada anak-anaknya. Menurut Miskawaih, orang tua wajib memberikan pendidikan kepada anak-anaknya, yang berisi pengetahuan, moralitas, adat istiadat, dan perilaku yang baik. Langkah ini untuk mempersiapkan mereka agar menjadi manusia yang baik.
Kelak, bila anak-anak itu menjelma menjadi manusia dewasa yang baik, akan memberikan manfaat bagi masyarakatnya. Mereka pun akan diterima secara baik oleh masyarakatnya. Miskawaih menambahkan, pendidikan memang bertujuan menyempurnakan karakter manusia. Dalam pandangan Miskawaih, layaknya kebaikan yang bisa ditularkan melalui pendidikan, demikian pula dengan kejahatan. Maka, ia mengingatkan orang tua untuk secara berulang, mengingatkan dan mendidik anak-anak mereka tentang kebaikan dan kesalehan. Selain memberikan pendidikan tentang kebaikan, Miskawaih menekankan pula agar sejak dini orang tua mengarahkan buah hatinya berada dalam lingkungan yang baik. Orang tua harus membiasakan anak-anaknya bergaul dan berteman dengan orang-orang berperilaku baik.
Miskawaih memberikan alasan mengapa ia menekankan pentingnya lingkungan yang baik. Menurut dia, tak semua orang dapat dengan cepat menerima kebaikan yang diajarkan kepadanya. Lingkungan yang baik akan mencegah mereka yang lamban, bisa terhindar dari kejahatan. Mereka yang lamban, harus terus-menerus mendapatkan pendidikan tentang kebaikan. Miskawaih menyatakan pula, setiap orang dapat berubah asalkan mendapatkan pendidikan secara terus-menerus tentang kebaikan. Tak heran jika Miskawaih kemudian menyimpulkan, hal-hal yang telah terbiasa dilakukan oleh anak-anak sejak kecil, akan memengaruhinya ketika menjadi orang dewasa. Dengan demikian, anak laki-laki atau perempuan harus sejak dini dididik tentang kebaikan.
PAUD Itu Penting
Pemikiran Miskawaih itu tersurat dalam bagian kedua bukunya yang berjudul, Tahdhib al-Akhlaq. Miskawaih mengatakan, pendidikan sejak dini terhadap anak-anak memiliki arti penting. Selain menanamkan kebaikan sejak dini, juga bisa sebagai sarana pembentuk karakter. Menurut Miskawaih, tidak mudah bagi seseorang yang telah dewasa untuk mengubah karakternya. Kecuali, dalam kondisi tertentu. Misalnya, orang tersebut sadar dan menyesal atas perilaku dan moralnya yang buruk selama ini.
Lalu, orang tersebut bertekad untuk memperbaiki diri dan meninggalkan perilakunya yang buruk itu.Miskawaih mengatakan, orang semacam ini, yang memiliki kesadaran dari lubuk hatinya untuk melakukan perubahan diri, biasanya akan terus menjauhkan diri dari kejahatan moral. Bahkan, jelas Miskawaih, orang itu biasanya akan secara sadar meminta orang lain membimbingnya ke jalan yang benar. Pun, meminta orang lain untuk selalu mengingatkannya saat ia cenderung melakukan hal yang tidak baik. Di sisi lain, Miskawaih mengungkapkan, adanya seseorang yang berusaha memperbaiki karakternya, memurnikan jiwanya yang kotor, dan membebaskan dirinya dari kebiasaan jahat, karena pada dasarnya semua orang itu baik.
Miskawaih menegaskan pula, mereka akan tetap menjadi baik karena adanya hukum dan pendidikan. Juga, ada pelatihan dan pembiasaan terhadap mereka sejak anak-anak, agar mereka selalu menjalankan kebaikan sesuai fitrahnya. Bila hal ini diabaikan, ungkap Miskawaih, mereka akan jatuh dalam perangkap keburukan. Dan, tentunya hubungan spiritual dengan Allah SWT akan mengalami gangguan akibat perilaku yang buruk itu. Jadi, pendidikan menjadi hal yang sangat berperan penting.
Karakteristik yang Harus Hilang Pada Diri Anak
Karakteristik buruk dalam pandangan Miskawaih, ada empat karakteristik buruk yang harus dihilangkan sejak anak-anak supaya mereka tidak menderita ketika dewasa. Pertama, malas, menganggur, menyiakan hidup tanpa kerja apa pun. Intinya, manusia tanpa manfaat.
Kedua, kebodohan dan ketidaktahuan yang disebabkan oleh kegagalan untuk mempelajari dan melatih diri dengan ajaran-ajaran yang diucapkan oleh orang-orang bijak. Ketiga, bersikap kurang ajar dan tak tahu sopan santun. Hal itu terjadi karena seseorang mengejar keinginan yang tak terkendali dan berusaha melakukan perbuatan dosa dan jahat. Sedangkan keempat, adalah rasa asyik dan kondisi terbiasa dengan perbuatan buruk karena seringnya melakukan perbuatan tersebut.
Miskawaih mengatakan, untuk menghilangkan setiap karakteristik buruk di atas, dibutuhkan pendidikan atau pelatihan yang dilakukan secara terus-menerus. Hanya orang cerdas, kata dia, yang dapat menyembuhkan dirinya sendiri dari karakter buruk tersebut. Sekali lagi, Miskawaih menegaskan, persoalan itu bisa diatasi melalui pendidikan dan pelatihan.Keduanya bisa dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya. Ia menyatakan, pendidikan bisa menjadi sarana untuk mewujudkan hal-hal yang baik itu. Miskawaih mengatakan, pendidikan ini selain berguna untuk anak-anak, juga bermanfaat untuk orang tua. Sebab, saat memberikan pengajaran dan contoh kepada anak-anaknya, mereka akan terus ingat untuk selalu melakukan perbuatan yang baik.
Pada akhirnya, pendidikan ini akan mengarahkan anak-anak saat menjadi dewasa, untuk melakukan kebaikan dan menghindari perbuatan jahat dengan mudah. Pun, tentunya mudah mengikuti semua ajaran yang ada di dalam Alquran dan sunah. Mereka, jelas Miskawaih, juga akan menjadi terbiasa menjaga diri dari godaan kesenangan yang menjerumuskan kepada keburukan. Tak hanya itu, mereka juga akhirnya tak terbiasa memanjakan dirinya dalam kesenangan yang melalaikan.
Pada akhirnya, mereka lebih menginginkan untuk memiliki kemampuan yang tinggi dan mencari kedekatan diri dengan Allah. Lalu, jelas Miskawaih, mereka akan menuai persahabatan yang hangat dari orang-orang yang saleh.
Miskawaih dan Metode Pendidikan
Ibnu Miskawaih juga mengenalkan sejumlah langkah yang akan melahirkan aspek positif dalam mendidik. Ia, misalnya, memandang penting pemberian pujian. Pujian, kata dia, bisa dilakukan oleh orang tua atau pendidik ketika anak-anak melakukan hal-hal baik.
Menurut Miskawaih, patut pula memberikan pujian kepada orang dewasa yang melakukan perbuatan baik di hadapan anak-anak. Tujuannya, anak-anak bisa mencontoh sikap terpuji yang dilakukan oleh orang dewasa tersebut. Miskawaih mengingatkan, pujian harus dilakukan untuk menekankan pentingnya tindakan-tindakan yang baik dan harus diberikan untuk tindakan yang baik-baik saja. Selain pujian, ia juga memberi saran untuk mendorong anak menyukai makanan, minuman, dan pakaian yang baik. Namun, perlu diingatkan pula agar seorang anak atau siapa pun yang telah dewasa untuk tak makan, minum, dan berpakaian secara berlebihan. Dalam aturan makan, anak harus diberi tahu bahwa makan itu suatu keharusan dan penting untuk kesehatan tubuh.
Makan, jelas Miskawaih, bukan sebagai alat kesenangan indra. Perlu diketahui pula bahwa makanan merupakan obat bagi tubuh, yakni obat untuk rasa lapar dan mencegah timbulnya penyakit. Orang tua atau pendidik harus mengingatkan anak didiknya agar tak makan berlebihan. Dalam cara berpakaian, Miskawaih menyatakan, saat anak telah beranjak dewasa, khususnya laki-laki, sebaiknya mereka mengenakan pakaian putih-putih dan menghindari pakaian berpola. Sebab, menurut dia, pakaian berwarna dan berpola lebih layak untuk perempuan.
Selain itu, Miskawaih mendorong laki-laki untuk tak menghiasai dirinya dengan perhiasan perempuan, seperti memakai cincin dan memiliki rambut panjang. Mereka tidak bisa mengenakan emas dan perak dalam bentuk apa pun. Anak-anak, jelas Miskawaih, pun harus dilatih untuk mengagumi sifat-sifat murah hati. Misalnya, berbagi makanan. Selain pujian, anak juga perlu mendapatkan peringatan bila melakukan hal tak baik. Jika anak berbuat buruk, perbuatan itu juga harus dikecam. Langkah ini bertujuan agar si anak tak lagi melakukan hal buruk. Jika kecaman tak membuat si anak menghentikan perbuatan buruknya, Miskawaih menyarankan tindakan terakhir, yaitu hukuman fisik. Namun, hukuman ini tak dilakukan secara berlebihan dan sebisa mungkin bersifat edukatif atau mendidik.
Dalam pemikiran Ibnu Miskawih tentang konsep pendidikan anak usia dini yang sudah berkembang sejak tahun 900-an Masehi menjadi sebuah bukti bahwa konsep PAUD bukan dari Friedrich Frobel (1782-1852) seorang tokoh pendidikan anak asal JermaN. (Alfin El-Mlipaki)
Dalam salah satu karyanya, Tahdhib al-Akhlaq , cendekiawan Muslim asal Ray Persia yang lahir di tahun 320 H/ 932 M. Sedangkan Morgoliouth menyebutkan tahun 330 H. Lalu Abdul Aziz Izzat menduga beliau lahir di tahun 325 H, ini menyatakan, pendidikan menunjukkan tugas dan kewajiban yang harus dilakukan orang dewasa, terutama orang tua kepada anak-anaknya. Menurut Miskawaih, orang tua wajib memberikan pendidikan kepada anak-anaknya, yang berisi pengetahuan, moralitas, adat istiadat, dan perilaku yang baik. Langkah ini untuk mempersiapkan mereka agar menjadi manusia yang baik.
Kelak, bila anak-anak itu menjelma menjadi manusia dewasa yang baik, akan memberikan manfaat bagi masyarakatnya. Mereka pun akan diterima secara baik oleh masyarakatnya. Miskawaih menambahkan, pendidikan memang bertujuan menyempurnakan karakter manusia. Dalam pandangan Miskawaih, layaknya kebaikan yang bisa ditularkan melalui pendidikan, demikian pula dengan kejahatan. Maka, ia mengingatkan orang tua untuk secara berulang, mengingatkan dan mendidik anak-anak mereka tentang kebaikan dan kesalehan. Selain memberikan pendidikan tentang kebaikan, Miskawaih menekankan pula agar sejak dini orang tua mengarahkan buah hatinya berada dalam lingkungan yang baik. Orang tua harus membiasakan anak-anaknya bergaul dan berteman dengan orang-orang berperilaku baik.
Miskawaih memberikan alasan mengapa ia menekankan pentingnya lingkungan yang baik. Menurut dia, tak semua orang dapat dengan cepat menerima kebaikan yang diajarkan kepadanya. Lingkungan yang baik akan mencegah mereka yang lamban, bisa terhindar dari kejahatan. Mereka yang lamban, harus terus-menerus mendapatkan pendidikan tentang kebaikan. Miskawaih menyatakan pula, setiap orang dapat berubah asalkan mendapatkan pendidikan secara terus-menerus tentang kebaikan. Tak heran jika Miskawaih kemudian menyimpulkan, hal-hal yang telah terbiasa dilakukan oleh anak-anak sejak kecil, akan memengaruhinya ketika menjadi orang dewasa. Dengan demikian, anak laki-laki atau perempuan harus sejak dini dididik tentang kebaikan.
PAUD Itu Penting
Pemikiran Miskawaih itu tersurat dalam bagian kedua bukunya yang berjudul, Tahdhib al-Akhlaq. Miskawaih mengatakan, pendidikan sejak dini terhadap anak-anak memiliki arti penting. Selain menanamkan kebaikan sejak dini, juga bisa sebagai sarana pembentuk karakter. Menurut Miskawaih, tidak mudah bagi seseorang yang telah dewasa untuk mengubah karakternya. Kecuali, dalam kondisi tertentu. Misalnya, orang tersebut sadar dan menyesal atas perilaku dan moralnya yang buruk selama ini.
Lalu, orang tersebut bertekad untuk memperbaiki diri dan meninggalkan perilakunya yang buruk itu.Miskawaih mengatakan, orang semacam ini, yang memiliki kesadaran dari lubuk hatinya untuk melakukan perubahan diri, biasanya akan terus menjauhkan diri dari kejahatan moral. Bahkan, jelas Miskawaih, orang itu biasanya akan secara sadar meminta orang lain membimbingnya ke jalan yang benar. Pun, meminta orang lain untuk selalu mengingatkannya saat ia cenderung melakukan hal yang tidak baik. Di sisi lain, Miskawaih mengungkapkan, adanya seseorang yang berusaha memperbaiki karakternya, memurnikan jiwanya yang kotor, dan membebaskan dirinya dari kebiasaan jahat, karena pada dasarnya semua orang itu baik.
Miskawaih menegaskan pula, mereka akan tetap menjadi baik karena adanya hukum dan pendidikan. Juga, ada pelatihan dan pembiasaan terhadap mereka sejak anak-anak, agar mereka selalu menjalankan kebaikan sesuai fitrahnya. Bila hal ini diabaikan, ungkap Miskawaih, mereka akan jatuh dalam perangkap keburukan. Dan, tentunya hubungan spiritual dengan Allah SWT akan mengalami gangguan akibat perilaku yang buruk itu. Jadi, pendidikan menjadi hal yang sangat berperan penting.
Karakteristik yang Harus Hilang Pada Diri Anak
Karakteristik buruk dalam pandangan Miskawaih, ada empat karakteristik buruk yang harus dihilangkan sejak anak-anak supaya mereka tidak menderita ketika dewasa. Pertama, malas, menganggur, menyiakan hidup tanpa kerja apa pun. Intinya, manusia tanpa manfaat.
Kedua, kebodohan dan ketidaktahuan yang disebabkan oleh kegagalan untuk mempelajari dan melatih diri dengan ajaran-ajaran yang diucapkan oleh orang-orang bijak. Ketiga, bersikap kurang ajar dan tak tahu sopan santun. Hal itu terjadi karena seseorang mengejar keinginan yang tak terkendali dan berusaha melakukan perbuatan dosa dan jahat. Sedangkan keempat, adalah rasa asyik dan kondisi terbiasa dengan perbuatan buruk karena seringnya melakukan perbuatan tersebut.
Miskawaih mengatakan, untuk menghilangkan setiap karakteristik buruk di atas, dibutuhkan pendidikan atau pelatihan yang dilakukan secara terus-menerus. Hanya orang cerdas, kata dia, yang dapat menyembuhkan dirinya sendiri dari karakter buruk tersebut. Sekali lagi, Miskawaih menegaskan, persoalan itu bisa diatasi melalui pendidikan dan pelatihan.Keduanya bisa dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya. Ia menyatakan, pendidikan bisa menjadi sarana untuk mewujudkan hal-hal yang baik itu. Miskawaih mengatakan, pendidikan ini selain berguna untuk anak-anak, juga bermanfaat untuk orang tua. Sebab, saat memberikan pengajaran dan contoh kepada anak-anaknya, mereka akan terus ingat untuk selalu melakukan perbuatan yang baik.
Pada akhirnya, pendidikan ini akan mengarahkan anak-anak saat menjadi dewasa, untuk melakukan kebaikan dan menghindari perbuatan jahat dengan mudah. Pun, tentunya mudah mengikuti semua ajaran yang ada di dalam Alquran dan sunah. Mereka, jelas Miskawaih, juga akan menjadi terbiasa menjaga diri dari godaan kesenangan yang menjerumuskan kepada keburukan. Tak hanya itu, mereka juga akhirnya tak terbiasa memanjakan dirinya dalam kesenangan yang melalaikan.
Pada akhirnya, mereka lebih menginginkan untuk memiliki kemampuan yang tinggi dan mencari kedekatan diri dengan Allah. Lalu, jelas Miskawaih, mereka akan menuai persahabatan yang hangat dari orang-orang yang saleh.
Miskawaih dan Metode Pendidikan
Ibnu Miskawaih juga mengenalkan sejumlah langkah yang akan melahirkan aspek positif dalam mendidik. Ia, misalnya, memandang penting pemberian pujian. Pujian, kata dia, bisa dilakukan oleh orang tua atau pendidik ketika anak-anak melakukan hal-hal baik.
Menurut Miskawaih, patut pula memberikan pujian kepada orang dewasa yang melakukan perbuatan baik di hadapan anak-anak. Tujuannya, anak-anak bisa mencontoh sikap terpuji yang dilakukan oleh orang dewasa tersebut. Miskawaih mengingatkan, pujian harus dilakukan untuk menekankan pentingnya tindakan-tindakan yang baik dan harus diberikan untuk tindakan yang baik-baik saja. Selain pujian, ia juga memberi saran untuk mendorong anak menyukai makanan, minuman, dan pakaian yang baik. Namun, perlu diingatkan pula agar seorang anak atau siapa pun yang telah dewasa untuk tak makan, minum, dan berpakaian secara berlebihan. Dalam aturan makan, anak harus diberi tahu bahwa makan itu suatu keharusan dan penting untuk kesehatan tubuh.
Makan, jelas Miskawaih, bukan sebagai alat kesenangan indra. Perlu diketahui pula bahwa makanan merupakan obat bagi tubuh, yakni obat untuk rasa lapar dan mencegah timbulnya penyakit. Orang tua atau pendidik harus mengingatkan anak didiknya agar tak makan berlebihan. Dalam cara berpakaian, Miskawaih menyatakan, saat anak telah beranjak dewasa, khususnya laki-laki, sebaiknya mereka mengenakan pakaian putih-putih dan menghindari pakaian berpola. Sebab, menurut dia, pakaian berwarna dan berpola lebih layak untuk perempuan.
Selain itu, Miskawaih mendorong laki-laki untuk tak menghiasai dirinya dengan perhiasan perempuan, seperti memakai cincin dan memiliki rambut panjang. Mereka tidak bisa mengenakan emas dan perak dalam bentuk apa pun. Anak-anak, jelas Miskawaih, pun harus dilatih untuk mengagumi sifat-sifat murah hati. Misalnya, berbagi makanan. Selain pujian, anak juga perlu mendapatkan peringatan bila melakukan hal tak baik. Jika anak berbuat buruk, perbuatan itu juga harus dikecam. Langkah ini bertujuan agar si anak tak lagi melakukan hal buruk. Jika kecaman tak membuat si anak menghentikan perbuatan buruknya, Miskawaih menyarankan tindakan terakhir, yaitu hukuman fisik. Namun, hukuman ini tak dilakukan secara berlebihan dan sebisa mungkin bersifat edukatif atau mendidik.
Dalam pemikiran Ibnu Miskawih tentang konsep pendidikan anak usia dini yang sudah berkembang sejak tahun 900-an Masehi menjadi sebuah bukti bahwa konsep PAUD bukan dari Friedrich Frobel (1782-1852) seorang tokoh pendidikan anak asal JermaN. (Alfin El-Mlipaki)
0 komentar :
Posting Komentar